Tribunlampung.co.id,Bandarlampung - Tindakan Wakil Ketua lll DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Demokrat, Raden Muhammad Ismail yang menggugat Ketua DPD Demokrat Lampung dinilai sebagai sikap anggota yang tidak loyal pada partai.
Pengamat Politik Hukum Universitas Lampung (Unila), Yudianto menilai sikap Raden Muhammad Ismail menunjukkan menurunnya loyalitas kader terhadap Partai Demokrat.
"Saya melihat atas kejadian ini, tentu yang bersangkutan tidak loyal, tidak patuh dan cenderung melawan keputusan Ketua Umum Partai Demokrat," kata Yudianto.
Ketua DPD Demokrat Lampung, Edy Irawan Arief digugat ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang oleh Wakil Ketua lll DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Demokrat, Raden Muhammad Ismail.
Raden Muhammad Ismail menggugat Edy Irawan membayar kerugian total sebesar Rp 2,5 miliar karena tak terima jabatannya sebagai Wakil Ketua lll DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Demokrat dicopot.
Baca juga: Demokrat dan NasDem di Lampung Sambut Baik Pertemuan Anies dan AHY
Baca juga: Seleksi JPTP Pemprov Lampung Masih Bergantung Asesor Luar Daerah
Raden Muhammad Ismail menggugat Ketua DPD Demokrat Lampung, Edy Irawan Arief ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
Gugatan tersebut dilayangkan Raden Muhammad Ismail, lantaran tidak terima dengan surat permohonan rekomendasi yang diajukan DPD ke DPP agar jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan dari Demokrat diganti.
"Melihat hal ini memang sebagai warga negara dan secara pribadi yang bersangkutan memiliki hak untuk melakukan upaya hukum," kata Yudianto.
Namun, kata dia tindakan gugatan yang dilakukan yang bersangkutan terhadap Ketua DPD Partai Demokrat menunjukkan tidak loyalnya kader terhadap Partai.
"Saya menilai tindakan itu menunjukkan tidak loyalnya kader terhadap Partai, mestinyakan sebagai kader tunduk dan patuh atas keputusan partai, apalagi itu diperintahkan langsung oleh ketua umum paratai," ujarnya.
Baca juga: Pemprov Lampung Ternyata Tak Punya Tenaga Ahli untuk Seleksi Pimpinan Jabatan Tinggi
Mestinya kata dia, jika yang bersangkutan tidak terima terlebih dahulu menyelesaikan melalui internal Partai, tidak langsung melontarkan laporan.
"Secara teori jelas partai itu bersandar dari aturan konsitusi Partai, dimana Ketua Umum memiliki otoritas tertinggi, artinya ketua umum memiliki wewenang dan printah sesuai dengan kepentingan Partai," tuturnya.
"Jika yang bersangkutan tidak terima atau menolak bahkan membangkang terkait keputusan ketua umum maka, menurut saya selesaikan dulu melalui internal Partai dalam hal ini ke mahkamah Partai, jika tidak menemukan kesepakatan baru melalui pengadilan," terangnya.
Yudianto yang juga Ketua Jurusan Fakultas Hukum Unila itu juga menilai seharusnya gugatan yang bersangkutan lebih kepada Ketua Umum.
"Jadi saya melihat ini seperti salah alamat, harusnya dia menggugat di Pusat sebagaimana Keputusan itu dikeluarkan," tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan atas kejadian gugatan tersebut bisa menurunkan popularitas Partai Demokrat.
"Hal ini tentu menurunkan kredibilitas partai menurunkan popularitas partai, dan juga menunjukkan tidak adanya loyalitas yang bersangkutan terhadap partai," kata dia lagi.
Lebih lanjut, Yudianto menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh yang bersangkutan.
"Saya kira hal itu cukup disayangkan ya, karena belum ditempuh melalui internal Partai sudah melakukan tindakan Hukum, saya kira ini tidak patut dan saya menilai kurang pas," tuturnya.
"Jadi kalau menurut saya DPD harusnya mengevaluasi, dalam hal ini harusnya ketua DPD Demokrat Lampung memberikan catatan terhadap yang bersangkutan atas kejadian ini," tandasnya.
Sebagaimana informasi yang dihimpun Tribunlampung.co.id, dari berbagai sumber Gugatan dengan nomor perkara 188/Pdt.G/2022/PN Tjk itu didaftarkan oleh Pengacara Arief Chandra Gutama dan Rekan Selasa, 4 Oktober 2022. Edy Irawan sebagai Tergugat dan Raden Muhammad Ismail sebagai penggugat.
Gugatan tersebut dilayangkan Raden Muhammad Ismail lantaran tidak terima dengan surat permohonan rekomendasi yang diajukan DPD ke DPP agar jabatannya sebagai Wakil Ketua Dewan diganti.
Ia menuntut Edy Irawan untuk membayar kerugian materiil akibat dirinya tidak akan lagi menerima tunjangan sebagai Wakil Ketua DPRD Lampung sebesar Rp1,5 miliar dan kerugian Immateriil sebesar Rp1 miliar.
Pada petitumnya, Raden Muhammad Ismail mencantumkan tujuh poin. Pertama, menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigeddad) terhadap Penggugat.
Ketiga, menyatakan Batal dan tidak mempunyai Kekuatan Hukum Surat DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung (Tergugat) Nomor: 051/DPD.PD/LPG/IV/2022 Tanggal 18 April 2022, Tentang Permohonan Rekomendasi Persetujuan Pergantian Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung.
Keempat, menetapkan agar Tergugat menangguhkan Proses Penggantian Pimpinan/Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung atas nama Penggugat, sampai dengan putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap
Kelima, menetapkan agar Turut Tergugat menangguhkan Proses Penggantian Pimpinan/Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung atas nama Penggugat sampai dengan putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Keenam, menyatakan batal dan tidak mempunyai Kekuatan Hukum Surat Tergugat Nomor: 079/DPD.PD/LPG/IX/2022 Tanggal 25 September 2022Perihal Pengantar Usulan Keputusan DPP Partai Demokrat Nomor: 106//SK/DPP.PD/IX/2022 Tangal 23 September 2022.
Ketujuh, menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang dialami oleh Penggugat, yaitu: kerugian materiil akibat Penggugat tidak akan lagi menerima tunjangan sebagai Wakil Ketua DPRD Lampung sebesar Rp1,5 miliar dan kerugian Immateriil sebesar Rp1 miliar.
( Tribunlampung.co.id / Riyo Pratama )