Keputusan tersebut diambil setelah proses evaluasi ilmiah yang ketat oleh tim independen dari Komite Nasional Evaluasi Obat.
Tim ini terdiri dari para profesor ahli dari berbagai universitas terkemuka, di antaranya dari Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung.
“Tim independen mengamati secara saksama bagaimana hasil uji pre-klinis, bagaimana hasil uji klinis fase 1, dan bagaimana uji klinis fase 2. Mereka menyatakan vaksin ini memenuhi unsur etik, saintifik, dan keamanan," imbuh dia.
Uji klinis fase 3 bertujuan untuk memastikan efikasi atau khasiat vaksin dalam mencegah TBC, yang diharapkan dapat mencapai lebih dari 50 persen.
“Intinya vaksin ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi, tapi belum tahu efikasinya, khasiatnya, makanya perlu dilakukan uji klinis fase 3," kata dia.
Sementara itu, uji klinis fase 1 telah dilakukan di negara-negara Eropa, salah satunya di Swiss.
"Uji (fase) tiga sudah melalui proses yang panjang, maka efek samping yang dikhawatirkan saya kira bisa ditolerir," tutur Ikrar.
Taruna memastikan bahwa efek samping uji klinis fase 3 vaksin TBC tidak membahayakan jiwa, hanya akan mengalami demam.
(tribunnetwork)