Keracunan MBG di ampung

Pengakuan Siswi Keracunan MBG di Lampung, Idap Demam Bolak-balik ke Kamar Mandi 

Seusai menyantap menu program MBG, Jumat (29/8/2025) lalu, puluhan siswa SMKN 5 Bandar Lampung mengalami gejala keracunan

Editor: soni yuntavia
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
KERACUNAN MBG - Kasih (kanan) dan Airin (kiri), siswi SMKN 5 Bandar Lampung yang menjadi korban keracunan MBG, saat ditemui di sekolahnya, Rabu (10/9/2025). 

Wakil Ketua DPD PCPI Lampung Heny Ismiati menekankan pentingnya kesiapan petugas.

Menurutnya, banyak relawan yang dilibatkan dalam dapur MBG tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang pengolahan makanan.

“Maka yang pertama kali harus dibenahi adalah SDM petugas MBG sendiri.

Mereka harus menjalani pelatihan berulang dan mendapat edukasi, mulai dari cara membeli bahan, mengolah makanan, hingga penyajian,” kata Heny kepada Tribun Lampung, Rabu (10/9).

Ia menjelaskan, makanan sangat sensitif sehingga sejak proses pembelian bahan harus selektif dan hati-hati.

“Jangan karena kebutuhannya banyak lalu membeli langsung tanpa dipilih terlebih dahulu.

Supplier juga kadang memberikan bahan secara global tanpa memikirkan kualitas. Hal-hal seperti ini sering luput dari perhatian,” ujarnya.

Heny menuturkan, proses pengemasan dan penyimpanan juga perlu diperhatikan.

Apalagi jika bahan makanan dimasak sekitar pukul 03.00–04.00 WIB, lalu baru dikonsumsi siang harinya.

“Ketika makanan yang masih panas ditutup rapat, sebenarnya itu juga berdampak.

Walaupun dilakukan untuk memastikan pengiriman tepat waktu, tetap ada risiko.

Maka perlu ada quality control di setiap dapur MBG yang bertugas memastikan kualitas dari sumber bahan, pengolahan, hingga distribusi ke sekolah,” tegasnya.

Menurut Heny, petugas quality control ini harus memiliki sertifikat resmi agar lebih terjamin.

Selain itu, dapur MBG juga sebaiknya dilengkapi ruang penyimpanan bahan makanan, terutama sayuran, dengan suhu yang terkontrol.

“Bahan yang bagus bisa dimasak, sementara yang sudah ada indikasi rusak harus langsung dibuang.

Tidak semua dapur punya fasilitas penyimpanan, padahal itu penting,” katanya.

Terkait kandungan gizi, Heny menyarankan petugas dapur menggunakan tabel kebutuhan gizi sebagai acuan.

“Bisa dicetak dan ditempel di dapur. Lalu ada ahli gizi yang standby untuk mengawasi. Ini penting agar asupan yang diberikan benar-benar sesuai kebutuhan anak-anak,” tambahnya.

Ia menegaskan, pembekalan bagi petugas MBG mutlak dilakukan. Pasalnya, banyak ditemukan petugas yang minim pengetahuan soal pengolahan makanan.

PCPI Lampung, lanjut Heny, siap memberikan edukasi dan pelatihan kepada dapur umum atau yayasan penyelenggara MBG.

“Harapannya yayasan melakukan MoU dengan PCPI. Kami siap memberi pelatihan. Karena bicara soal makanan tidak sesimpel yang kita bayangkan.

Memang ada yayasan yang sudah melatih petugasnya, tapi tidak semua. Nah, kami siap membantu, terlebih ini makanan yang akan dikonsumsi anak-anak,” ucapnya.

Ia juga berharap wilayah yang belum memiliki dapur MBG atau baru membangun yayasan segera menggelar pelatihan sebelum program berjalan.

“Hal ini untuk meminimalisir keracunan, diare, dan lain sebagainya,” pungkasnya.(ryo)

( Tribunlampung.co.id

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved