Berita Lampung

Kejari Bandar Lampung Setor Uang Pengganti Kasus Tipikor Jl Sutami Rp 1,5 Miliar

Kejari Bandar Lampung menyetorkan pembayaran uang pengganti (UP) kerugian negara Rp 1,5 miliar dalam perkara korupsi proyek Jalan Ir Sutami

|
Penulis: Bayu Saputra | Editor: soni yuntavia
dokumentasi
UANG PENGGANTI - Petugas Kejari Bandar Lampung saat menyetorkan uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek Jalan Ir Sutami tahun anggaran 2018–2019, Rabu (16/9). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung menyetorkan pembayaran uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) proyek Jalan Ir Sutami tahun anggaran 2018–2019, Rabu (16/9/2025).

"Uang yang disetorkan tersebut sejumlah Rp 1,5 miliar dari terpidana Hengki Widodo alias Engsit," ujar Kasi Intelijen merangkap Plt Kasi Pidsus Kejari Bandar Lampung M Angga Mahatama.

Ia menjelaskan, setoran tersebut merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor 7/Pid.Sus-TPK/PN.Tjk/2023.

Penyetoran dilakukan oleh bidang tindak pidana khusus Kejari Bandar Lampung bersama Bendahara Penerima, kemudian diserahkan ke kas negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Dengan tambahan setoran ini, total uang pengganti kerugian negara yang berhasil dipulihkan dalam kasus Jalan Sutami mencapai Rp 13,55 miliar.

Sebelumnya, pada akhir Juli lalu Kejari Bandar Lampung menyetorkan dana sebesar Rp 1 miliar ke Bank Mandiri sebagai bendahara penerima kas negara.

Dana tersebut merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari kasus tindak pidana korupsi proyek Jalan Ir Sutami tahun anggaran 2018–2019.

Plt Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) yang juga menjabat sebagai Kasi Intelijen Kejari Bandar Lampung, M. Angga Mahatama, menyampaikan bahwa penyetoran dilakukan pada Rabu (23/72025).

"Kami kembali menyetorkan pembayaran uang pengganti kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi Jalan Ir Sutami tahun anggaran 2018–2019. Penyetoran melalui Bank Mandiri sebagai bendahara penerima kas PNBP," jelas Angga.

Ia menambahkan, dana sebesar Rp 1 miliar tersebut disetorkan oleh terpidana Hengki Widodo alias Engsit.

Ini juga sebagai bagian dari pelaksanaan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor: 7/Pid.Sus-TPK/PN.Tjk/2023.

"Penyetoran ini dilakukan oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Bandar Lampung sebagai bentuk eksekusi atas putusan pengadilan," ujar Angga.

Dengan tambahan setoran ini, total uang pengganti kerugian negara yang telah berhasil dipulihkan Kejari Bandar Lampung dari kasus tersebut mencapai Rp 12,05 miliar terhitung sejak Juli lalu. (byu)

Vonis 7 Tahun

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menjatuhkan vonis terhadap empat terdakwa. Hengki Widodo alias Engsit divonis 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Ia juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sekitar Rp 11 miliar, dengan subsider 4 tahun penjara apabila tidak membayar.

Terdakwa lainnya, Rukun Sitepu, dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 150 juta subsider 2 tahun 6 bulan penjara.

Sementara itu, Bambang Wahyu Utomo, Direktur PT Usaha Remaja Mandiri, divonis 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.(byu)

Kurangi Volume Pekerjaan 

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung mengungkap kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan pekerjaan konstruksi preservasi rekonstruksi jalan Ir Sutami-Sribawono TA 2018-2019, Kamis (29/12/2022).

Diketahui, proyek pengerjaan Jalan Sutami Ruas Tanjung Bintang-Sribhawono tersebut dilaksanakan oleh PT Usaha Remaja Mandiri (URM).

Dari pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek jalan Ir Sutami-Sribawono, Lampung, Polda Lampung telah menetapkan empat orang tersangka.

Modus para tersangka dalam melancarkan aksinya yakni mengurangi volume pekerjaan dan material aspal yang dipakai tidak sesuai spesifikasi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Lampung yang saat itu dijabat Kombes Zahwani Pandra Arsyad saat ekspose kasus di Mapolda Lampung, Kamis (29/12/2022).

"Modus mereka ini mengurangi volume pekerjaan dan material aspal yang dipakai tidak sesuai spesifikasi," ujar Kombes Zahwani Pandra Arsyad.

Pandra mengatakan, penyidikan terhadap perkara tersebut telah dilakukan sejak Februari 2021.

Menurutnya, proyek pekerjaan preservasi rekontruksi jalan tersebut menggunakan dana di tahun anggaran 2018-2019.

"Proses penanganan kasus ini sudah terselesaikan, ini merupakan komitmen kami untuk serius dalam mengungkap kasus," jelasnya.

Diketahui sebelumnya, tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut berjumlah lima orang, namun berkas salah satu tersangka belum dinyatakan lengkap sehingga belum dilakukan penahanan.

Adapun keempat tersangka yakni, BWU (Direktur URM), HW alias Engsit (Komisaris Utama URM bertindak pemilik dan pemodal), SHR dan RS (ASN Pejabat Pembuat Komitmen).

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Lampung yang kala itu dijabat Kombes Arie Rachman Nafarin mengatakan satu terduga pelaku lain yakni, BHW belum dilakukan penahanan.

Menurutnya, hal itu karena dikarenakan berkas perkara BHW belum lengkap atau belum P21.

"Berkas penyidikan keempat empat tersangka kasus korupsi dinyatakan lengkap atau P21 di Kejaksaan Tinggi Lampung," kata Kombes Pol. Arie saat ekspose kasus di Mapolda Lampung, Kamis (29/12/2022).

"Sedangkan satu tersangka lain belum ditahan karena berkasnya belum P21," jelasnya.

Dari hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, perbuatan para pelaku membuat negara mengalami kerugian mencapai lebih dari Rp 29 miliar rupiah.

Adapun nilai proyek pengerjaan jalan tersebut menelan biaya hingga Rp 147,53 miliar.

Diketahui, dalam perkara tersebut Polda Lampung berhasil menyelamatkan kerugian negara sebesar Rp17,29 miliar.

"Hasil kerugian negara itu diselamatkan dari rekening tersangka Engsit Rp 10 miliar, Rp 100 juta dari RS, Rp 6,9 miliar dari PT URM, dan Rp 257 juta hasil temuan audit BPK RI," kata Arie Rachman Nafarin.

Lebih lanjut, Kombes Pol Arie mengungkapkan, dalam perkara itu pihaknya sudah memeriksa 60 saksi.

Adapun sejumlah saksi tersebut terdiri dari 27 orang Balai Jalan Wilayah I Lampung, 33 pihak swasta, dan empat saksi ahli baik kontruksi, hukum pidana, pengadaan barang jasa, dan BPK.

Selain itu, pihaknya juga telah menggeledah dan mengecek fisik proyek, hingga berkoordinasi dengan BPK RI.

"Dari empat tersangka itu, ASN PPK inisial RS menerima imbalan dari penyedia jasa Rp 100 juta," ungkap Kombes Arie Rachman Nafarin.

"RS juga tidak melaksanakan tugasnya, hingga membiarkan pekerjaan tetap berjalan, meskipun mengetahui aspal yang digunakan tidak sesuai," jelasnya.

Sementara peran ASN PPK inisial SHR berperan membocorkan rincian harga, hingga memperkirakan sendiri ke PT URM mulai lelang hingga penawaran mendekati sempurna.

Selain mengamankan uang senilai Rp 17,29 miliar, polisi juga mengamankan barang bukti berupa dokumen kontrak dan dokumen lainnya berkaitan dengan pekerjaan tersebut.

Selain itu, kepolisian juga ikut menyita barang bukti berupa CPU, flash disk, laptop, Ponsel, dan uang tunai senilai Rp 10 miliar.

Akibat perbuatannya, para pelaku terancam pidana pasal 2 atau pasal 3 UU RI no 31 tahun 1999 tentang dindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup, atau penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda paling banyak satu miliar rupiah.

( Tribunlampung.co.id )

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved