Berita Lampung

DPRD Lampung Dorong Perbankan Longgarkan Aturan Agar MBR Bisa Punya Rumah

Tantangan program rumah subsidi di Lampung saat ini bukan lagi soal kuota, melainkan sulitnya calon konsumen, terutama MBR, mendapat persetujuan KPR.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Noval Andriansyah
Tribunlampung.co.id / Sulis Setia Markhamah
LONGGARKAN ATURAN - Foto ilustrasi, rumah subsidi di Bukit Indah Natar. Komisi IV DPRD Lampung mendorong perbankan untuk melonggarkan prinsip terlalu hati-hati dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) FLPP atau rumah subsidi, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). 

Ringkasan Berita:
  • Program rumah subsidi di Lampung terkendala sulitnya MBR, seperti ojol dan pedagang kecil, mendapat persetujuan KPR dari bank.
  • Komisi IV DPRD Lampung minta perbankan longgarkan aturan dan lakukan inovasi akad KPR agar lebih mudah diakses MBR.
  • OJK mengakui dilema antara mendukung KPR subsidi dan menjaga ketahanan sektor keuangan.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Tantangan program rumah subsidi di Lampung saat ini bukan lagi soal kuota, melainkan sulitnya calon konsumen, terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), mendapat persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari perbankan.

Hal itu menyebabkan angka kegagalan pembiayaan KPR bagi kelompok seperti pengemudi ojek daring (Ojol) dan pedagang kecil, termasuk di Lampung.

Terkait hal ini, Komisi IV DPRD Lampung mendorong perbankan untuk melonggarkan prinsip terlalu hati-hati dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Ketua Komisi IV DPRD Lampung, Mukhlis Basri mengaku setuju dengan prinsip kehati-hatian (prudent) yang diterapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan. 

Namun, ia menekankan agar perbankan juga didorong untuk melakukan inovasi dalam proses akad KPR.

"Ini kan program dari pemerintah pusat, kami di tingkat tidak memiliki kewenangan yang cukup soal ini. Tapi kami tetap memberi masukan agar kebijakan untuk yang kredit terlalu hati-hati itu yang bisa sedikit lebih longgar," ujar politisi Partai Gerindra itu saat dikonfirmasi, Jumat (31/10/2025).

"Karena bagaimanapun ojek online dan pedagang kaki lima itu mereka tidak memiliki slip gaji, kasihan mereka sulit punya rumah," imbuhnya.

Menurut Mukhlis, kebijakan yang terlalu hati-hati perlu dilonggarkan, mengingat program rumah subsidi adalah program pemerintah pusat.

"Ya mungkin kebijakannya diperlonggar dengan cukup surat keterangan dari perusahaan tempat dia bekerja," tambahnya.

Mukhlis Basri juga menyoroti aspek jaminan yang seharusnya bisa mempermudah proses KPR bagi MBR.

"Ini kan lokasi rumahnya jelas, dan rumah itu juga tidak kemana-mana, orangnya juga tidak kemana-mana. Jadi, kalau memang tidak membayar sesuai kebijakan, rumah itu bisa ditarik karena rumah itu tidak pindah ke mana-mana," ujar Mukhlis.

Sebelumnya, DPD Real Estate Indonesia (REI) Provinsi Lampung mencatat bahwa tantangan utama program rumah subsidi saat ini adalah sulitnya calon konsumen mendapat persetujuan KPR karena bank masih kaku berpegang pada standar teknis 5C (character, capacity, capital, condition, dan collateral).

Menanggapi hal tersebut, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung, Otto Fitriandy, mengakui adanya dilema. 

Ia menyatakan OJK sangat mendukung program KPR subsidi untuk MBR dengan syarat ringan.

"OJK juga memiliki kewajiban dalam menciptakan sektor jasa keuangan yang tangguh dan berkelanjutan," kata Otto Fitriandy.

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved