Wawancara Eksklusif

BKKBN Lampung Entaskan Stunting dengan Genting

Untuk mengetahui secara lengkap, simak wawancara eksklusif Tribun Lampung bersama Plt Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung Sutriningsih.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Wahyu Iskandar
ENTASKAN STUNTING - Plt Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung Sutriningsih bicara soal pengentasan stunting di studio Tribun Lampung, Rabu (29/10/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sebagai salah satu upaya percepatan penurunan angka stunting nasional, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Lampung mencanangkan program yang diberi nama Genting atau Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting. 

Genting menyasar keluarga berisiko stunting (KRS) melalui intervensi gizi, sanitasi, dan hunian layak.

Program ini dirancang untuk menjangkau anak-anak dan keluarga berisiko tinggi, sekaligus membangun kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, hingga masyarakat sipil. 

Dari data terbaru, program Genting telah menjangkau hampir satu juta anak di berbagai wilayah Indonesia.

Intervensi yang diberikan mencakup pemberian makanan bergizi bagi bayi dan balita di bawah dua tahun, pelatihan edukasi keluarga dan masyarakat, serta bantuan non-nutrisi seperti pembangunan jamban, akses air bersih dan perbaikan rumah tidak layak huni. 

Ada beberapa upaya yang harus diperhatikan masyarakat, khususnya perempuan, untuk mencegah stunting.

Untuk mengetahui secara lengkap, simak wawancara eksklusif Tribun Lampung bersama Plt Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung Sutriningsih.

Sebenarnya stunting ini kondisi seperti apa sih?

Jadi stunting ini sebenarnya sudah ada dari sebelum-sebelumnya. Hanya, mungkin ada beberapa perubahan sekentasi saja.

Intinya, stunting itu anak-anak yang di 1.000 hari pertama kehidupannya tumbuh kembangnya tidak seimbang. Harusnya, misalnya di satu tahun pertama, tinggi anak perempuan sekitar 69 cm dan laki-laki 72 cm, tapi tidak mencapai itu. Berat badannya juga minimal 6–7 kg, tapi tidak sampai. Biasanya disebabkan dua hal: kekurangan gizi kronik dan penyakit yang lama tidak diobati itu yang disebut standing.

Apa yang dimaksud dengan kekurangan gizi kronik?

Ketika ibu hamil, seharusnya memenuhi nutrisi yang bernilai gizi. Setelah anak lahir, enam bulan pertama harus mendapat ASI eksklusif. Tapi ASI eksklusif pun harus didukung gizi yang cukup dari ibunya.

Kalau semua itu tidak terpenuhi, biasanya anak akan kekurangan gizi. Untuk intervensi, yang paling bagus adalah protein hewani. Yang paling gampang didapat dan murah adalah telur, minimal dua butir per hari.

Lalu, dampaknya apa bagi anak-anak yang menderita stunting?

Bicara dampak, ada jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendeknya, anak akan terlihat lebih pendek dan berat badannya kurang dibanding teman seusianya.

Secara nonfisik, kecerdasannya juga bisa berkurang karena gizi yang tidak tercukupi. Misalnya dalam hal daya nalar dan pengetahuan. Dalam jangka panjang, menurut jurnal kesehatan, anak bisa berisiko penyakit degeneratif.

Apakah stunting bisa dikenali sejak dini oleh orang tua?

Bisa. Anak itu tumbuh dan berkembang. Tumbuh artinya tinggi badan, berkembang artinya kemampuan sensorik dan kognitif.

Misalnya, anak usia 6–12 bulan harusnya sudah bisa mengenali orang tuanya, menangis dengan sebab yang jelas, mulai merangkak di usia 9 bulan, dan berdiri di usia 12 bulan. Anak stunting biasanya tidak bisa mencapai standar itu.

Maka penting periksa ke posyandu dan puskesmas secara rutin, minimal enam kali selama kehamilan, termasuk imunisasi. Gunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk pantauan berat dan tinggi badan.

Kalau dilihat dari data nasional, kondisi stunting seperti apa sekarang?

Kita punya target menurunkan stunting hingga 14 persen. Tapi hasil Survei Kesehatan Gizi Nasional 2024 menunjukkan angka stunting Indonesia masih 19,8 persen. Angka itu masih cukup tinggi.

Kalau di Lampung sendiri, tahun 2023 ke 2024 ada kenaikan 1 persen. Namun masih di bawah rata-rata nasional, sekitar 15,9 persen. Setiap kabupaten dan kota berbeda kasusnya, tergantung faktor gizi, sanitasi, hingga perilaku keluarga.

Apa penyebab stunting yang paling dominan menurut BKKBN?

Kami mengenal istilah keluarga berisiko stunting, yaitu keluarga yang memiliki ibu hamil, ibu menyusui, atau anak balita dalam 1.000 hari pertama kehidupan.

Penyebabnya selain gizi, juga sanitasi buruk, dapur kurang sehat, dan kebiasaan seperti merokok di dalam rumah. Nikotin bisa menempel di barang-barang dan membahayakan anak balita dan itu salah satu penyebab anak stunting.

Sebenarnya seperti apa program Genting?

Genting adalah Gerakan Orang Tua Asuh Stunting. Latar belakangnya karena masih banyak keluarga berisiko stunting di Indonesia, termasuk di Lampung.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mengajak para mitra kerja seperti media, perusahaan, akademisi, hingga masyarakat untuk membantu keluarga berisiko. Kami juga bekerja sama dengan BAZNAS, mengumpulkan zakat dan infak dari pegawai untuk disalurkan ke keluarga stunting.

Target dari program Genting ini berapa banyak?

Targetnya sekitar 31.000 keluarga. Ada tiga bentuk intervensi: Pemberian nutrisi. Kedua pemberian non-nutrisi (seperti renovasi jamban sehat, air bersih, bedah rumah), dan Edukasi kepada keluarga agar perubahan bisa berkelanjutan. 

Edukasi penting karena tanpa pengetahuan, masalah akan berulang. Jadi target sudah tercapai, tapi masih ada target resiko lain ini yang masih jadi fokus kami.

Kalau masyarakat ingin bergabung menjadi orang tua asuh atau mitra, bagaimana caranya?

Bisa langsung menghubungi BKKBN. Kami punya Dashboard Genting yang bisa diakses oleh para mitra.

Nanti bisa memilih mau bantu di bidang nutrisi atau non-nutrisi. Semua transparan, termasuk penyaluran bantuannya.

Soal BKKBN sendiri, apakah ada perubahan peran setelah menjadi kementerian?

Ya, sejak 2024 BKKBN berubah menjadi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sesuai Perpres 181 Tahun 2024. Artinya, fungsinya kini lebih besar: pengendalian penduduk, pembangunan keluarga, dan pelaksanaan keluarga berencana.

Pembangunan keluarga itu seperti apa bentuknya?

Kami memulainya sejak remaja lewat program PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) di sekolah dan kampus. Di sana remaja diberi edukasi tentang kesehatan reproduksi, usia ideal menikah, dan perencanaan keluarga. Tujuannya agar mereka siap secara mental, fisik, ekonomi, dan psikologis sebelum menikah.

Kalau bicara keluarga muda di era digital, bagaimana pola pengasuhan yang ideal?

Dulu orang tua belajar parenting dari orang tua atau lingkungan. Sekarang harus upgrading ilmu pengasuhan.

Orang tua harus berinteraksi langsung dengan anak, menjadi role model yang baik. Keluarga adalah madrasah pertama anak. Jadi perilaku orang tua akan ditiru anak, bahkan diingat seumur hidup. Intinya, terus belajar dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Pesan untuk anak muda atau keluarga baru menikah?

Usia ideal menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Karena di usia itu, diharapkan sudah matang secara fisik dan ekonomi.

Setelah menikah, jaga jarak kelahiran anak pertama dan kedua sekitar 3–5 tahun. Anak punya hak mendapat kasih sayang dan ASI yang cukup.

Selain itu, pasangan muda harus siap finansial, mampu mengelola emosi, dan tumbuh bersama dalam pemahaman dan toleransi.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved