Berita Lampung

Tiga Siswa Sekolah Rakyat Mengundurkan Diri, Begini Saran Pengamat Pendidikan Unila 

Pengamat dari Unila meminta pemerintah memberikan pendekatan khusus bagi tiga siswa Sekolah Rakyat yang mengundurkan diri

|
Penulis: Riyo Pratama | Editor: soni yuntavia
Dokumentasi
PENDEKATAN KHUSUS - Ilustrasi. Tiga siswa SRMA 32 Lampung memilih pulang karena tidak tahan tinggal di asrama dan rindu keluarga. Pengamat dari Unila meminta pemerintah memberi pendekatan khusus. . 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung Pengamat pendidikan Universitas Lampung (Unila), Muhammad Thoha, menilai pemerintah harus memberikan pendekatan khusus bagi tiga siswa Sekolah Rakyat di Lampung yang mengundurkan diri karena tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan sekolah berasrama.

Berdasarkan informasi dari pihak sekolah, tiga siswa tersebut memilih pulang karena tidak tahan tinggal di asrama dan rindu keluarga.

“Mereka keluar ini karena memang tidak tahan. Kangen sama orang tuanya, ingin tetap di rumah. Baru dua bulan sudah minta pulang terus-menerus,” ujar Kepala SRMA 32 Lampung Asis Prasetyo, Selasa (18/11/2025).

Ia menyebut pihak sekolah telah melakukan upaya mediasi agar ketiganya bertahan. Bahkan orang tua sempat meminta sekolah kembali menerima anak mereka. 

“Tapi anaknya sendiri yang tidak kuat. Pola hidup disiplin di asrama itu hal baru bagi mereka,” kata Asis.

Diminta keterangan mengenai hal itu akademisi Unila Muhammad Thoha mengatakan perlu pendekatan spesifik dan individual.

Thoha menegaskan, karakter dan latar belakang sosial ekonomi siswa Sekolah Rakyat membuat mereka membutuhkan pendekatan berbeda dibanding siswa pada umumnya. 

Anak-anak tersebut, katanya, berasal dari lingkungan yang bebas tanpa aturan ketat, sehingga kaget ketika harus mengikuti jadwal belajar, bangun, dan disiplin harian.

“Anak-anak semacam itu perlu pendekatan lebih spesifik. Tidak bisa disamakan dengan anak-anak biasa. Harus ada treatment individual dan pendampingan intensif,” jelasnya.

Ia menilai, untuk siswa yang sudah terlanjur mengundurkan diri, pemerintah tetap berkewajiban menjamin hak pendidikan mereka melalui pola alternatif. 

Salah satu opsi yang ia sarankan adalah homeschooling dengan pendampingan pemerintah.

“Mereka bisa tetap sekolah, tapi polanya homeschooling. Atau ikut pendidikan kesetaraan seperti paket A, B, atau C sesuai jenjangnya,” ujar Thoha.

Thoha menilai pendekatan homeschooling atau pendidikan kesetaraan bisa diterapkan selama satu semester sambil terus memberikan motivasi. 

Ia berharap, setelah beradaptasi, anak-anak tersebut dapat kembali bersekolah di Sekolah Rakyat.

“Harapannya semester berikutnya atau tahun kedua mereka bisa menyesuaikan diri dan kembali ke sekolah rakyat,” ujarnya.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved