Berita Lampung

Awalnya Iseng Buat Tepak Tari Lampung, Iwan Kini Raub Untung dari Buah Tangannya

Berawal dari mencoba-coba, kini hasil tangannya menjadi incaran banyak sanggar tari, sekolah, hingga komunitas seni di Lampung.

Tribunlampung.co.id/Deni Saputra
TEPAK TARI - Iwan perajin Tepak Tari Lampung saat menunjukkan hasil kerajinannya yang awalnya dibuat lantaran iseng. Kini Iwan menjadikan karyanya tersebut sebagai sumber pendapatan. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar LampungSejak tahun 2006, Iwan (55), seorang perajin asal Lampung terus konsisten menggeluti pembuatan tepak tari dan berbagai kerajinan khas Lampung lainnya. 

Berawal dari mencoba-coba, kini hasil tangannya menjadi incaran banyak sanggar tari, sekolah, hingga komunitas seni di Lampung.

“Tadinya sih saya coba-coba, namun itulah ya proses dari berkarya dan kemudian ternyata banyak yang minat,” ujarnya saat ditemui pada Sabtu, 25 Oktober 2025. 

“Semuanya saya lakukan juga sendiri, mulai dari pembuatannya, finishing hingga penjulannya,” tambahnya.

Ketertarikan Iwan pada kerajinan tepak tari bermula dari rasa iseng. Namun, kedekatannya dengan budaya Lampung membuat ia semakin mantap menekuninya.

“Ya tadinya saya iseng-iseng, memang saya sudah nyatu dengan budaya Lampung. Filosofinya saya kaji, saya sentuhkan ke karya,” ungkapnya.

Iwan belajar membuat tepak tari dan souvenir ini sepenuhnya secara otodidak. Ia mengatakan bahwa dirinya berkarya sendiri, coba sendiri sampai sekarang. 

Bukan hanya tepak namun dirinya juga membuat tempat tisu, gantungan kunci, tempelan kulkas, miniatur patung khas Lampung dan juga kipas untuk perlengkapan tari.

Dalam proses pembuatannya, ia bahkan bereksperimen mengubah ukuran tepak tari menjadi lebih kecil agar bisa dipakai oleh pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA hingga mahasiswa. 

“Saya ubah ukuran tepak tari ini supaya serba bisa dipakai. Jadi anak-anak yang masih kecil dan belajar taripun bisa pakainya,” ujarnya.

Memasuki 19 tahun perjalanan, Iwan mengaku semua ia jalani “seperti air mengalir”. 

Setiap tahun, ia mencoba berinovasi agar karya-karyanya memiliki nilai khas. “Akhirnya dengan coba-coba itu ada nilai tersendiri,” ucapnya.

Dalam perjalanan itu, suka duka tentu ia alami. Ia pernah kewalahan mengejar pesanan yang datang dalam jumlah besar. 

Sebab semuanya ia lakukan sendiri dan tidak ada bantuan dari orang lainnya. “Suka dukanya banyak sekali, pernah juga orang pesan banyak, namun saya tidak bisa,” jelasnya.

Sebab waktu yang diberikan terlalu cepat dan tidak tertangani. Namun dia ikhlas karena mungkin bukan rezekinya.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved