Eko Yuli, Penggembala Kambing asal Lampung, Kini Jadi Miliarder

Prestasi yang ditorehkan Eko sekaligus menciptakan rekor baru di ajang Olimpiade.

Editor: taryono
TRIBUNNEWS
Eko Yuli Irawan 

Eko memang mempunyai permintaan khusus pada sang ibunda. Eko meminta doa sebelum bertanding pada kelas 62 kg.

"Terakhir ngobrol beberapa jam sebelum main. Dia minta didoakan supaya bisa maksimal tandingnya," tuturnya saat ditemui Tribun di kediamannya di Metro, Selasa.

Wastiah menjelaskan, hingga Selasa malam dirinya belum berkomunikasi dengan Eko. "Sampai sore ini belum telepon. Mungkin masih sibuk. Kan beda waktu juga," terangnya.

Nonton Video Call

Meski tak bisa menyaksikan lewat siaran langsung televisi, keluarga mengaku sempat menonton aksi Eko mengangkat lempengan besi dengan berat ratusan kg tersebut. Keluarga Eko mengintip pertandingan Eko lewat video call.

Namun, video call ini tersambung ke adik Eko yang berdomisili di Jakarta. Adik Eko menonton siaran langsung melalui saluran televisi berbayar. Sehingga keluarga Eko di Metro, melalui video call, turut menyaksikan atlet kelahiran Lampung itu bertanding.

Saman, ayah Eko, bahkan tak bisa tidur lelap karena ingin melihat putra tertuanya itu bertanding.

"Saya tunggu dari malam. Tapi enggak ada siaran di televisi. Sampai jam 1 pagi saya pantau. Saya bangun lagi jam 4 subuh, lihat berita belum ada juga. Saya telepon Angga (adik Eko) di Jakarta, ternyata memang main subuh. Beda sekitar 9 jam kan dengan kita," imbuhnya.

Ia mengaku sempat kecewa karena tak bisa menyaksikan anaknya berlaga lewat televisi. Namun, dirinya tetap semangat menonton lewat handphone.

"Saya kan enggak ngerti. Jadi adiknya buat video call, itu diarahin ke televisinya. Mereka kan nonton lewat siaran luar. Ya kurang puas sih. Tapi ya deg deg kan juga," ujarnya.

Terkait janji Eko membelikan mobil pada adiknya saat meraih medali, Wastiah dan Saman pun melontarkan senyum sumringah. "Ya itu sih terserah Wawan saja. Kita juara saja sudah senang," jawab keduanya kompak.

Banjir Bonus

Dengan keberhasilan ini, Eko menorehkan sejarah baru sebagai satu-satunya atlet angkat besi yang meraih medali dalam tiga keikutsertaan beruntun di Olimpiade.

"Dua medali perak yang disumbangkan Eko Yuli dan Sri Wahyuni merupakan sejarah bagi cabang angkat besi. Eko bahkan menjadi satu-satunya atlet angkat besi yang bisa raih medali dalam tiga Olimpiade beruntun," kata HPD One Race Satlak Prima, Hadi Wihardja.

Ketua Umum PB PABBASI, Rosan P Roslani, juga mengaku bangga dengan keberhasilan atlet-atletnya. "PB PABBSI akan memberikan bonus di luar bonus yang dijanjikan pemerintah. Bonusnya rumah," ujar dia.

Peraih medali perak akan mendapat bonus sebesar Rp 2 miliar dari pemerintah. Selain itu, peraih medali perak juga akan mendapat tunjangan hari tua sebesar Rp 15 juta setiap bulannya.

Atlet Metro Triyatno

Sementara itu, satu lagi atlet kelahiran Lampung, yang menjadi tumpuan bangsa Indonesia untuk menambah medali di Olimpiade, adalah Triyatno.

Pria kelahiran Tejosari, Metro, ini dijadwalkan bertanding di kelas 69 kg putra pada Rabu (10/8) pukul 05.00 waktu setempat atau Rabu sore waktu Indonesia Barat.

Ditemui Tribun di rumahnya di Tejo Agung, Metro, Suparno dan Sukatinah, ayah Triyatno pun berharap semangat Triyatno terlecut dengan keberhasilan Sri Wahyuni dan Eko Yuli Irawan mempersembahkan medali.

"Tadi pagi (kemarin) baru saja berkomunikasi. Telepon. Dia bilang mau tanding besok (hari ini). Sekitar jam 7 malam. Waktu sana. Dia minta doa supaya bisa terus semangat dan mendapat medali," tutur Sukatinah, Selasa.

Dirinya pun berharap, Triyatno bisa memberikan yang terbaik. "Kalau orangnya pendiam. Enggak banyak ngobrol. Janji juga enggak ada. Cuma minta doa saja," imbuhnya.

Namun demikian, Suparno mengaku, meski pendiam, putra bungsunya tersebut kerap memberikan hadiah kala memenangi pertandingan. Seperti saat meraih medali emas di SEA Games 2007 silam, Triyatno membelikan sawah pada orangtuanya.

"Kami juga diberangkatkan naik haji sama-sama dengan orangtuanya Eko Yuli waktu itu. Habis olimpiade itu, saya juga dibelikan mobil. Ya dia begitu. Enggak pernah janji, tapi tahu-tahu beri hadiah," terangnya.

Suparno dan Sukatinah pun berharap, Triyatno mendapat dukungan dari semua pihak. Sehingga Triyatno dapat mempersembahkan medali seperti pada dua Olimpiade sebelumnya.

Triyatno mendulang medali perunggu pada Olimpiade Beijing 2008 di kelas 62 kg. Empat tahun berselang, Triyatno makin bersinar dengan membawa pulang medali perak pada Olimpiade London 2012 di kelas 69 kg.

"Waktu (Olimpiade London) malah lebih parah. Seminggu sebelum berangkat ke London masih cidera lutut. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Dia bisa juara. Nah, ini kemarin bilang ada sakit sedikit juga di lutut. Tapi kita berharap tidak ada apa-apa," ucapnya.

Sukatinah pun mengaku, semalam sempat memimpikan anaknya. "Dia memanjat pohon tinggi. Saya enggak tahu artinya apa. Jawabannya besok, soalnya tandingnya besok. Ya mudah-mudahan tinggi itu artinya juara. Medali emas," harapnya.(dra)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved