Liputan Khusus Tribun Lampung
Kemacetan di Bandar Lampung Terancam Semakin Parah
Kemacetan di Bandar Lampung terancam semakin parah. Hal itu karena pertumbuhan volume kendaraan bermotor (ranmor) tak sebanding dengan
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Ridwan Hardiansyah
Laporan Reporter Tribun Lampung Romi Rinando dan Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kemacetan di Bandar Lampung terancam semakin parah.
Hal itu karena pertumbuhan volume kendaraan bermotor (ranmor) tak sebanding dengan kapasitas jalan.
Bahkan dalam tiga tahun, alih-alih bertambah, panjang jalan di Bandar Lampung justru berkurang.
Hasil survei per Agustus 2017, titik kemacetan terparah berada di Jalan Imam Bonjol.
Di sepanjang ruas jalan protokol itu, setidaknya terdapat enam titik kemacetan.
Panjang antrean kendaraan di masing-masing titik rata-rata satu kilometer (km).
Kemacetan di Bandar Lampung pun dipengaruhi proses pengerjaan jalan layang (flyover) atau jalan bawah tanah (underpass) di sejumlah ruas jalan.
Saat ini, terdapat tiga proyek pembangunan flyover untuk mengatasi kemacetan di Bandar Lampung, yakni di Jl ZA Pagar Alam-Teuku Umar, Jl Pramuka-ZA Pagar Alam, dan Jl Cik Ditio-Pramuka.
Sedangkan, underpass mulai digarap di pertigaan Universitas Lampung, Jl ZA Pagar Alam.
Sekretaris Komisi III DPRD Bandar Lampung, Achmad Riza menuturkan, berdasarkan data yang diterima dari Badan Pendapatan Daerah (BPD) Lampung, jumlah ranmor di Bandar Lampung hingga Agustus 2017 mencapai 359.365 unit.
Jumlah itu terdiri dari 218.323 unit roda dua, 1.521 unit roda tiga, dan 139.521 unit roda empat.
"Tahun 2013, jumlah ranmor 180.124 unit. Ada kenaikan dua kali lipat dalam 5 tahun. Itu baru yang terdaftar. Kenyataannya di Bandar Lampung, banyak berseliweran ranmor pelat dari daerah," ungkap Riza, Kamis (12/10/2017).
Baca: Warga Bandar Lampung Gali Sumur Bor hingga 70 Meter
Baca: Dijual Lebih Murah, Samsung Jepang Beredar di Lampung
Sementara berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bandar Lampung, Riza menjelaskan, panjang jalan pada 2016 sejauh 900,32 km.
Kondisi itu mengalami pengurangan dibanding 2014. Di mana, jalan di Bandar Lampung saat itu sepanjang 904,99 km.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Lampung, IB Ilham Malik menuturkan, kondisi tersebut memengaruhi derajat kejenuhan atau volume per capacity (VC) ratio.
Berdasarkan hasil survei terhadap 10 jalan protokol di Bandar Lampung pada Agustus 2017, Ilham mengatakan, ada tiga jalan yang dalam kondisi kritis, yaitu Jalan Imam Bonjol dengan VC ratio 0,79; Jalan Teuku Umar (0,78); dan Jalan Raden Intan (0,77).
Sementara, dua ruas jalan hampir kritis, yaitu Jalan ZA Pagar Alam dan Jalan Kartini, dengan VC ratio 0,74.
"Semakin tinggi angkanya, itu semakin kritis. Berarti, semakin berpotensi macet karena kapasitas jalan tidak mampu menampung volume kendaraan," ungkap Ilham.
Jika tak ada pembenahan, Ilham mengatakan, VC ratio jalan tentunya akan semakin meningkat.
Sebab, jumlah ranmor terus bertambah setiap tahunnya di Bandar Lampung.
Baca: Aerodance, Perpaduan Aerobic dan Dance yang Digemari Milenial Lampung
Baca: Cari Menu Western, Sosialita Lampung Pilih Sarapan di Hotel Bintang
"Tetapi, kapasitas jalan tidak bertambah. Sehingga, potensi kemacetan akan semakin tinggi," ujar Ilham.
Bahkan, merujuk Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bandar Lampung yang dibuat tahun 2011, beberapa ruas jalan di Bandar Lampung diproyeksikan memiliki VC ratio di atas angka 1 pada 2021.
"Itu berarti sudah meluber. Volume kendaraan melebihi kapasitas jalan. Di Jakarta sudah bisa terlihat, motor menggunakan trotoar karena jalannya sudah tidak cukup. Itu VC ratio jalannya sudah lebih dari angka 1," papar Ilham.
Beberapa ruas jalan yang diprediksi memiliki VC ratio di atas angka 1 pada 2021, antara lain Jalan Imam Bonjol, Jalan Pangeran Antasari, Jalan Raden Intan, Jalan Teuku Umar, Jalan ZA Pagar Alam, dan Jalan Ahmad Yani.
Bangun Flyover
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Bandar Lampung, Ibrahim mengatakan, pihaknya melakukan survei VC ratio untuk mengukur derajat kejenuhan.
Meski begitu, hal tersebut tidak dilakukan secara berkala.
Dari hasil survei VC ratio tersebut, pemkot melakukan antisipasi berupa manajemen rekayasa lalu lintas, guna mencegah kemacetan di Bandar Lampung.
Upaya terakhir saat ini adalah flyover atau underpass.
Kasi Manajemen dan Rekayasa Lalin Dishub Bandar Lampung, Nirma Thano menjelaskan, pembangunan flyover atau underpass dilakukan di jalan-jalan yang masuk kategori kritis, berdasarkan hasil survei VC ratio.
Untuk menentukan kategori kondisi jalan, Thano menuturkan, dikaji berdasarkan pembagian tingkatan VC ratio, mulai A hingga F.
Pada tingkat A, volume ranmor masih rendah sehingga arus lalu lintas masih bebas.
Sedangkan, tingkatan F berarti arus sudah dipaksakan atau macet.
Dari 77 ruas jalan yang ada di Bandar Lampung, lanjut Thano, VC ratio jalan belum ada yang masuk tingkatan E atau F.
"Misalnya, Jalan ZA Pagar Alam dan Jalan Teuku Umar, itu tingkatan C dan D. Artinya sudah mendekati E. Makanya, sudah tepat jika dibangun flyover di kedua jalan itu," jelas Thano.
Transportasi Umum
Ilham menjelaskan, flyover maupun underpass sebenarnya tidak menyelesaikan derajat kejenuhan jalan secara keseluruhan.
Hal itu karena flyover atau underpass hanya mampu mengatasi kepadatan lalu lintas di satu titik.
Menurut Ilham, solusi berupa pelebaran bisa dilakukan.
Tetapi biasanya, hal itu tetap tidak sebanding dengan peningkatan volume kendaraan.
Sehingga, kepadatan lalu lintas tetap terjadi.
"Perbaikan sistem transportasi umum merupakan jalan yang bisa ditempuh untuk mengatasi persoalan itu. Masyarakat harus diajak untuk menggunakan transportasi umum," jelas Ilham.
Perbaikan sistem transportasi, menurut Ilham, pun tidak akan memengaruhi bisnis penjualan ranmor.
Sebab, hal tersebut sebenarnya tidak memiliki keterkaitan secara langsung.
"Orang yang memiliki mobil banyak belum tentu digunakan semua. Kalau punya tiga mobil, mungkin saja hanya satu yang dipakai, dua diparkir untuk dipakai bergantian. Jadi, bisa saja saat bekerja memakai transportasi umum, dan saat akhir pekan baru memakai mobil," ungkap Ilham.
Thano mengakui, solusi utama mengatasi kemacetan di Bandar Lampung, memang dengan memperbaiki sistem transportasi atau sistem angkutan umum massal (SAUM).
"Itu (perbaikan SAUM) perlahan kami mulai perbaiki. Karena, semuanya harus terintegrasi dan melalui tahapan-tahapan," ujar Thano.
Waktu Tempuh Dua Kali Lipat
Kemacetan di Bandar Lampung kekinian membuat warga banyak menghabiskan waktu di perjalanan.
Bahkan, durasi waktu tempuh mencapai dua kali lipat lebih lama.
Wakil Ketua DPRD Bandar Lampung, Hamrin Sugandi mengaku kini waktu perjalanannya lebih lama, saat berangkat dari rumahnya di Perumahan Korpri, Sukarame, menuju ke kantor DPRD Bandar Lampung di Jalan Basuki Rahmat, Telukbetung Utara.
Jika lima tahun lalu, jarak tersebut bisa ditempuh sekitar 15 menit-20 menit, kini Hamrin harus menghabiskan waktu sekitar 40 menit di perjalanan.
"Saat ini jadi lebih lama. Dulu tidak sampai setengah jam kalau ke kantor dari rumah," ucap Hamrin, yang telah menjadi anggota legislatif sejak 2009.
Menurut Hamrin, beberapa ruas jalan yang kerap ia lalui dari rumah ke kantor DPRD maupun sebaliknya, sebenarnya telah mengalami pelebaran jalan. Tetapi nyatanya, kepadatan lalu lintas tetap terjadi.
"Malah semakin ramai. Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Teuku Umar kan sudah dilebarkan, tetapi sering macet juga," terang Hamrin.
Hal serupa disampaikan pemilik Dween Shoes, Duhana Sari.
Setiap hari, ia butuh waktu paling cepat setengah jam dari rumahnya di Jalan Ryacudu (Jalur Dua Korpri), Sukarame, menuju ke kantornya di Tanjungkarang Pusat.
Padahal sebelumnya, perjalanan cuma memakan waktu belasan menit.
"Biasanya terkena macet di Jalan Sultan Agung depan Telkom, kadang di dekat Pasar Koga," terang Duhana.
Secara kasat mata, Duhana mengatakan, peningkatan volume kendaraan di Bandar Lampung terlihat dari kepadatan lalu lintas.
"Di Jalur Dua Korpri, lima tahun lalu masih sepi kendaraan apalagi kalau malam. Sekarang, aktivitas kendaraannya saat malam hampir gak berbeda seperti siang," papar Duhana.
Pantauan Tribun, kemacetan di Bandar Lampung kerap terjadi di beberapa ruas jalan pada pagi, siang, sore, bahkan malam.
Antrean kendaraan satu di antaranya terlihat di sebagian ruas Jalan Raden Intan, Jalan Kota Raja, hingga Jalan Teuku Umar.
Kemacetan lain kerap terlihat di sebagian ruas Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Kartini, dan Jalan Pangeran Diponegoro.
Di Jalan Ahmad Yani dan Jalan Cut Nyak Dien, kemacetan juga kerap terjadi pada siang hari.
Sementara di Jalan Tamin, kemacetan yang terjadi pada sore hari bahkan bisa sepanjang jalan tersebut.
Hal itu umumnya terjadi di lajur jalan menuju simpang empat Tamin.
Di simpang empat Jalan Sultan Agung-Jalan Ki Maja, antrean akibat lalu lintas bisa mencapai seratus meter, dengan jumlah mobil yang mengantre sekitar 30 unit.
Sementara saat lampu hijau menyala, mobil yang dapat melaju melewati simpang empat hanya sekitar 10 unit.
Berita ini telah diterbitkan di Koran Tribun Lampung berjudul "Jl Imam Bonjol Paling Macet di Balam" pada Minggu, 15 Oktober 2017.