Sidang Lanjutan Zainudin Hasan
BREAKING NEWS - Sambil Menangis, Zainudin Hasan Bilang Hanya Manusia Biasa dan Sangat Rindu Anaknya
Setelah diskor selama dua jam, Zainudin Hasan, Bupati Lampung Selatan non aktif kembali membacakan nota pembelaan.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Teguh Prasetyo
Zainudin pun mengaku kecil ia dibesarkan di Penengahan Kalianda.
"Tapu mulai hari ini saya mohon maaf kepada masyarakat Lampung Selatan, karena saya di kursi persakitan sekarang," ucapnya sembari menahan tangis.
"Mohon kiranya diadili seadil-adilnya dengan mengingat anak saya yang baru lahir dan anak yang baru TK dan SD," imbuhnya.
• Bupati Zainudin Hasan Menangis Saat Bacakan Pleidoi
Tak cukup disitu, Zainudin dalam pembelaannya menyebutkan apa yang telah disampaikan Agus Bakti Nugroho tidaklah benar.
"Jauhkan saya dari tuduhan Agus BN, apa yang diberitahukan Agus BN tidak seperti itu, saya hanya menerima tapi tidak pernah sebanyak itu," sebut Zainudin.
"Yang mulia, Pandanglah anak saya yang baru lahir yang butuh kasih sayang, jangan sampai sirna karena penjara," tambah Zainudin.
Zainudin pun menyesali apa yang telah ia perbuat.
"Sungguh saya menyesali. Kepada istri abang dan adek-adek, saya telah mencoreng nama keluaraga, saya mohon maaf, kepada allah saya mohon ampun," ungkapnya sembari menangis.
"Sudilah yang mulia saya membacakan surat annisa, dan apabila kamu menetapkan hukum kepada manusia harus adil.
Maka saya serahkan diri saya untuk m mendapatkan keadilan seadil-adilnya untuk saya dan keluarga dan saya mohon majelis hakim memberikan hukuman seringan-ringannya," tutupnya sembari menangis.
Pada sidang sebelumnya, jaksa KPK menuntut Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan dengan pidana penjara selama 15 tahun.
Tuntutan dibacakan oleh jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Senin, 1 April 2019.
Wawan menyatakan, terdakwa secara sah melawan hukum dengan melakukan perbuatan tindak korupsi dan TPPU sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 12a, 12i, dan 12b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 3 tentang TPPU.
"Menuntut dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 15 tahun dikurangi selama ditahan, dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan," ungkap Wawan.
"Kemudian pencabutan hak pilih publik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pokoknya," imbuhnya.