Tribun Bandar Lampung
Polisi Pertimbangkan Penangguhan Penahanan Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung
Polresta Bandar Lampung tengah mempertimbangkan penangguhan penahanan Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung Fajrun Najah Ahmad.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
"Bisa jadi. Tapi pada prinsipnya kami menunggu (panggilan) dari penyidik, dan kami siap," tegasnya.
Ditanya terkait pemanggilan Ridho Ficardo, Handoko tidak mengetahuinya.
Ia menegaskan bahwa ketua DPD Demokrat Lampung itu tak ada kaitannya dengan kasus ini.
"Yang jelas untuk urusan dengan permasalahan Bang Fajar (sapaan Fajrun), gak ada urusan dengan Ketua (Ridho)," tandasnya.
Tak Berniat Mangkir
Dengan alasan sakit, politisi Demokrat Fajrun Najah Ahmad mengajukan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan di Mapolresta Bandar Lampung, Kamis (12/9/2019).
Pengajuan penjadwalan ulang ini untuk menanggapi panggilan kedua yang tertuang dalam surat bernomor S.Pgl/375-a/IX/2019/Reskrim tanggal 7 September 2019.
Dalam surat pemanggilan tersebut, Fajrun disebut menjalani pemeriksaan sebagai tersangka atas dugaan perkara tindak pidana penipuan.
Sebelumnya, Fajrun Najah Ahmad sempat dipanggil berdasarkan surat S.Pgl/375/IX/2019/Reskrim tanggal 29 Agustus 2019.
Namun, ia tak memenuhi panggilan tersebut.
Ahmad Handoko mengatakan, kliennya tidak berniat mangkir.
"Bukan belum datang, tapi kami minta penjadwalan ulang. Karena memang secara hukum acara diperbolehkan. Selama penyidik memberikan waktu dan mengizinkan," ungkap Handoko.
Saat ini pihaknya meminta waktu untuk dijadwalkan ulang.
Hal ini mengingat kondisi kesehatan kliennya yang kurang baik.
"Jadwal ulang ini, pertama, terkait kesehatan Pak Fajar. Kedua, kami cari waktu yang pas," tuturnya.
Soal sakit yang dialami Fajrun, Handoko enggan berkomentar.
"Saya belum koordinasi. Tapi ada surat dokternya, dan kami selaku kuasa hukum menyampaikan ke penyidik," tegasnya.
Ia juga menolak berkomentar soal status tersangka yang disandang Fajrun.
"Itu kewenangan penyidik," tegasnya.
Handoko memastikan kliennya bersikap kooperatif.
"Artinya, kami komunikasi dengan penyidik, minta waktu agar diagendakan ulang. Terkait proses ini, klien kami akan mengikuti dan menghormati seluruh keputusan yang telah diberikan penyidik kepada beliau," paparnya.
Terkait bantahan Fajrun dalam kasus ini, kata Handoko, itu adalah hak kliennya sebagai terlapor.
"Itu haknya, seperti diatur dalam undang-undang. Dan nanti kami buktikan bantahan-bantahan itu juga," tandasnya.
Sebelumnya Kasatreskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Rosef Efendi membenarkan bahwa Fajrun meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.
"Nanti saya cek lagi ke penyidik," tandasnya.
• Dilaporkan Tipu Pengusaha Rp 2,7 Miliar, Politisi Demokrat Fajrun Najah Ahmad Akhirnya Angkat Bicara
Untuk Klarifikasi
Politisi Demokrat Lampung Fajrun Najah Ahmad sempat mendatangi Polresta Bandar Lampung.
Kedatangan Fajrun untuk memenuhi panggilan atas laporan Namuri Yasin.
Namuri Yasin melaporkan Fajrun atas dugaan penipuan yang nilainya mencapai Rp 2,7 miliar.
Adapun laporan polisi tertuang dalam LP/B/4979/XII/2018/LPG Resta Balam, tanggal 17 Desember 2018.
Politisi yang akrab dipanggil Fajar ini sendiri mengaku kedatangannya ke Polresta Bandar Lampung untuk melakukan klarifikasi.
"Ini klarifikasi aja atas pengaduan kemarin si Namuri itu," ungkap Fajrun di Mapolresta Bandar Lampung, Selasa (30/4/2019).
Fajrun membenarkan bahwa kedatangan kali ini merupakan yang pertama terkait kasus dugaan penipuan Rp 2,7 miliar.
"Iya, iya yang dugaan itu. Klarifikasi aja," timpalnya.
Fajrun menuturkan, dalam klarifikasinya ia membantah tuduhan melakukan penipuan.
"Ini klarifikasi ke penyidik, saya bantah dan ini gak bener. Jadi saya bantah, gak ada (penipuan)," tegasnya.
Menurut Fajrun, kedatangannya ke Polresta Bandar Lampung sebagai bentuk sikap kooperatifnya.
"Kami harus hormati penyidik. Maka kami sampaikan klarifikasi pada undang hari ini, dan saya hadir," tandasnya.
Sementara itu, Namuri Yasin menyatakan akan menghormati proses hukum yang sudah berjalan.
"Itu kan sudah masuk ke proses hukum. Jadi saya menghormati hukum. Saya mengikuti proses saja," ungkapnya.
Terkait pernyataan Fajrun yang membantah disebut melakukan penipuan, Namuri tidak mempermasalahkannya.
"Cuma yang pasti kalau kami mengada-ada, terlalu konyollah," ungkapnya.
"Masalah Bang Fajar ada jawaban bantahan, itu hak beliau. Cuma kan kami ada dasarnya. Jadi kami ikuti proses hukum," imbuh pengusaha ini.
Namuri menambahkan, jika tidak ada dasar, tak mungkin pihaknya mengadukan perkara ini.
"Jelas kami punya dasar. Kalau kami gak ada dasar, konyol dong. Lagian kepentingan saya apa? (Saya) cuma minta hak kami," tandasnya.
Namuri Yasin melaporkan Fajrun Najah Ahmad ke Polresta Bandar Lampung atas dugaan kasus penipuan.
Namuri mengaku mengalami kerugian Rp 2,7 miliar.
Laporan Namuri tertuang dalam Laporan Polisi Nomor LP/B/4979/XII/2018/LPG/RESTA BALAM, tertanggal 17 Desember 2018.
Namuri menceritakan awal mula kasus ini.
Saat itu ia ditelepon Fajrun pada Maret 2017.
Fajrun meminta Namuri datang ke kantor Partai Demokrat Lampung dengan alasan ada hal penting yang akan dibicarakan.
Namuri pun mendatangi Fajrun di kantor Partai Demokrat Lampung.
Dalam pertemuan itu, tutur Namuri, Fajrun meminta dicarikan uang sebesar Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar.
"Dia bilangnya uang itu untuk mesin partai pada pilgub," ujar Namuri kepada Tribunlampung.co.id.
Pada saat itu, terus dia, Fajrun berjanji mengembalikan uang itu dalam tempo dua sampai tiga bulan.
Namuri pun mencarikan uang yang diminta.
Beberapa hari kemudian, Namuri menemui kembali Fajrun di kantor Partai Demokrat Lampung.
Namuri membawa uang sebesar Rp 1,5 miliar.
Uang itu berasal dari kantong pribadi dan keluarganya.
"Ya saya bantu kawan saja niatnya," ucapnya.
Belum cukup sampai di situ, Fajrun kembali minta dicarikan uang.
Beberapa hari kemudian, Namuri kembali menyerahkan uang Rp 1,25 miliar.
Jadi total uang yang diserahkan Namuri kepada Fajrun sebesar Rp 2,75 miliar.
Dua bulan berselang, Namuri belum menerima uang pengembalian dari Fajrun.
Namuri pun terus mendesak Fajrun untuk mengembalikan uang tersebut.
Tapi, Namuri selalu dijanjikan uang dibayar pada bulan selanjutnya.
Merasa dipermainkan, Namuri pun melibatkan notaris Fahrul Rozi.
Namuri mengutarakan, Fajrun menandatangani surat pernyataan di hadapan notaris.
Dalam surat pernyataan itu, tertulis bahwa Fajrun telah menerima uang Rp 2,75 miliar dari Namuri yang dipergunakan untuk keperluan Partai Demokrat Lampung.
Tertulis pula Fajrun akan mengembalikan uang itu pada 30 September 2017.
• Penipuan Lewat SMS Kembali Marak, Ini Penjelasan Polda Lampung
Apabila tidak dapat mengembalikan uang itu, Fajrun bersedia diproses secara hukum, pidana maupun perdata.
Surat pernyataan itu ditandatangani di atas meterai di hadapan tiga saksi, yaitu Sunarko, Rustam Efendi, dan Mahfit Joni, pada 31 Agustus 2017.
"Pada tanggal yang dijanjikan, dia tidak juga mengembalikan uangnya. Alasannya lagi fokus pilgub," kata Namuri.
Dua tahun berlalu, Namuri pun melaporkan kasus ini ke polisi. "Itulah alasan saya akhirnya melapor ke polisi," terangnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)