Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Budaya Fee Proyek Sudah Lama Terjadi, Hendra Wijaya: Kami hanya Korban
Terdakwa Hendra Wijaya Saleh sebut budaya fee proyek dalam pekerjaan sudah berlangsung sejak lama.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Terdakwa Hendra Wijaya Saleh sebut budaya fee proyek dalam pekerjaan sudah berlangsung sejak lama.
Hal ini terungkap saat terdakwa Hendra bacakan nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis 13 Februari 2020.
"Budaya ini sudah sejak lama berlangsung, kami hanya korban yang terjerat budaya ini," katanya dengan tenang.
Hendra mengatakan bahwa perbuatan yang telah ia lakukan merupakan hal yang tak terpuji dan perbuatan yang salah.
"Tak ada niat melakukan perbuatan ini untuk keluar norma, tapi ini dilakukan karena terpaksa karena tidak mampu melawan, ibarat kata kami ini hanya binatang kecil yang berenang melawan arus," bebernya.
• Penasihat Hukum Tegaskan Candra Safari Bukan Aktor Intelektual Perkara Suap Lampura, tapi Sosok Ini
• BREAKING NEWS Sidang Pembelaan, Hendra Wijaya Sedikit Tegang, Candra Safari Santai
• Terbata-bata, Candra Safari Minta Maaf ke Istri Saat Bacakan Pledoi
• Jembatan Way Towi di Margo Mulyo Tulangbawang Barat Ambrol
Hendra mengaku dalam mengikuti pekerjaan lelang di Lampung Utara menjadi perbuatan yang sulit dalam lelang.
"Kalau tidak memberikan fee dalam setiap pekerjaan, maka tender akan diserahkan ke rekanan lainnya, saya tidak punya inististaif, saya hanya ditawarkan dan memberikan fee," tegasnya.
Hendra pun meminta maaf atas segala perbuatannya dan sangat menyesal serta tak mengulanginya lagi.
"Ini merupakan cobaan berat bagi saya saat ini. Kepada majelis hakim saya memohon untuk memberikan hukuman seringan-ringannya, karena saya tulang punggung dan anak saya masih membutuhkan kasih sayang saya," tandasnya.
Aktor Intelektual
Sebut hanya diberi pekerjaan, penasehat hukum tegaskan terdakwa Candra Safari bukan aktor intelektual.
Penasehat hukum Candra, Eko mengatakan berdasarkan fakta persidangan bahwa uang Rp 400 juta yang didapati saat operasi tangkap tangan sepenuhnya bukan milik terdakwa Candra.
"Tetapi uang Rp 50 juta dari Fria yang didapat dari rekanan lainnya, dan terdakwa tidak meminta pekerjaan tapi ditawari oleg Syahbudin yang saat itu jadi Kepala Dinas PUPUR," ungkapnya, Kamis 13 Februari 2020.
Kata Eko, semua pekerjaan proyek sudah diselesaikan dengan baik namun belum dibayarkan lantaran keuangan Lampung Utara mengalami defisit.
"Sesuatu pekerjaaan yang dikerjakan terdakwa juga sudah diatur oleh syabudut, sehingga aktor intelektual adalah Syahbudin yang mana memberikan janji komitmen setiap pekerjaan," tuturnya.
"Pekerjaan yang dikerjaan terdakwa sebagai inisiatif Syahbudin sehingga menjadi kebiasan buruk dan berulang oleh Syahbudin dengan memanfaatkan kontraktor untuk mengambil hal yang bukan haknya," imbuh Eko.
Eko menambahkan, pekerjaan yang dilakukan oleh terdakwa karena ada sistem dan peran yang salah, hal yang terjadi bukan karena terdakwa tapi kecurangan karena pengelola pemerintah.
"Kami memohon agar Majelis Hakim memutuskan ini secara bijak, memutuskan aquo agar terdakwa bukan pelaku utama dengan memberikan hukuman ringan, memberikan pertimbangan bahwa terdakwa kooperatif yang tidak pernah mempersulit jalannya persidangan, kemudian mempertimbangkan karena terdakwa tulang punggung satu istri dan dua anak kecil yang mana anak kecil membutuhkan sosok ayah," tandasnya.
Belum Nikmati Hasil
Bacakan pledoi di depan Majelis Hakim Pengadilan Tanjungkarang, Terdakwa Candra Safari mengaku belum menikmati hasil kerja kerasnya selama dua tahun di Lampung Utara.
Dalam pembelaannya, Candra mengakui kesalahannya atas pemberian sejumlah uang kepada mantan Kadis PUPR Syahbudin atas kaitannya pekerjaan konsultasi dari tahun 2017 hingga 2018.
"Dalam masalah pekerjaan, dengan tim dilapangan sudah menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik dan tepat, namun pembayaran pekerjaan baru kami tahun 2019," ujarnya, Kamis 13 Februari 2020.
Candra pun mengaku dalam kurun waktu dua tahun selama menjalankan pekerjaan di Lampung Utara ia hanya berhutang.
"Dengan harapan nanti bisa dibayar dan (hasilnya) dapat membahagiakan keluarga, namun belum memberikan jerih payah kepada keluarga saya tersandung kasus ini," tuturnya dengan tenang.
Candra mengaku bahwa dalam pikirannya tak terbisit sedikit pun akan ditetapkan sebagai tersangka dan terlibat jauh lantaran hanya menjalankan pekerjaan yang diberikan Syahbudin.
"Atas apa yang terjadi dengan saya, saya tidak akan menyalahkan siapapun karena ini saya anggap sebagai cobaan dari Allah untuk menjadi orang lebih baik," tegasnya.
Candra menuturkan bahwa jika ia adalah kepala rumah tangga dan ayah dari dua orang anak.
"Saya menjadi tulang punggung bagi anak dan istri saya, saya minta maaf kepada istri saya karna gagal membina rumah tangga ini," ujarnya dengan ucaoan terbata bata.
"Saya terima kasih kepada keluarga atas dukungannya dan saya mohon agar Majelis Hakim mengadili secara adil-adilnya dan seringan-ringannya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, sidang perkara suap fee proyek Lampung Utara atas terdakwa Candra Safari dan Hendra Wijaya Saleh digelar kembali pada Kamis 13 Februari 2020.
Kesempatan ini pun digunakan sebaik-baiknya oleh Penasehat Hukum untuk menyusun nota keberatan atas tuntunan yang telah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Kamis 6 Februari 2020.
JPU KPK Taufiq Ibnugroho mengatakan jadwal sidang yang biasanya hari senin berpindah hari Kamis dengan agenda pledoi.
"Sesuai dengan yang disampaikan Majelis Hakim sidang akan dilaksanakan Kamis 13 Februari 2020 dengan agenda pledoi," kata Taufiq, Minggu 9 Februari 2020.
Disinggung soal persiapannya dalam sidang berikutnya, Taufiq mengaku tak ada persiapan khusus.
"Kan hanya mendengarkan," ucapnya.
Kata dia, pihaknya baru bisa menanggapi setelah pembacakan pledoi minggu depan.
"Kita dengar bersama-sama," tandasnya.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/budaya-fee-proyek-sudah-lama-terjadi-hendra-wijaya-kami-hanya-korban.jpg)