Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Kembali Digelar, Agung Dengarkan Tuntutan JPU
Sidang yang digelar secara teleconfrance ini diagendakan dengan pembacaan tuntutan kepada empat terdakwa.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Sayangnya saat bersaksi, mereka tidak membawa catatan pembukuan secara lengkap.
Sehingga, jaksa penuntut umum KPK dan majelis hakim, mengingatkan mereka jika nanti bersaksi lagi membawa catatan pembukuan secara lengkap.
Sementara Penasihat Hukum Agung Ilmu, Sopian Sitepu mengatakan, kedua saksi dihadirkan untuk mengetahui pengelolaan bisnis usaha keluarga Agung.
Sebab, dalam kesaksiannya, Agung sempat menyebut jika pembelian sejumlah mobil merupakan hasil dari bisnis keluarga bukan dari fee proyek.
Diketahui, pada sidang Rabu kemarin, jaksa menyebut adanya pembelian mobil Mercedes G500 seharga Rp 1,6 miliar untuk Agung. Pembelian dilakukan Kepala BPKAD Lampura Desyadi. Selain itu ada juga pembelian mobil Innova, Avanza, Mercy Landcurise, dan Harrier. Namun dalam kesaksiannya, Agung mengatakan, mobil-mobil itu ada yang dibeli dari uang hasil usaha keluarganya.
Suci Leoni Sari mengatakan, usaha penyewaan gedung serba guna milik keluarga Agung menghasilkan uang hingga Rp 100 juta.
Ia bekerja di Graga Mandala Alam sejak tahun 2013.
"Sekali sewa Rp 35 juta, kalau ramai seminggu ada empat kali yang sewa," sebutnya.
Selanjutnya saksi Rini Hayati mengatakan jika dirinya merupakan sekertaris pribadi istri Tamanuri (ayah Agung) sejak 1999. Ia mengatakan, jika Agung adalah anak kesayangan keluarga Tamanuri.
"Sebagai anak kesayangan dan saya ingat betul bapak Agung pengen moge tapi gak dikasih oleh maminya, malah dibeliin mobil karena lebih aman. Jadi hobinya akhirnya gonta-ganti mobil," kata Rini.
Rini pun menuturkan jika keluarga Tamanuri memiliki unit usaha yang dikelola secara pribadi.
"Usaha macem-macem ada gedung, cucian mobil, kontrakan, kosan," terang Rini.
Ia juga mengatakan jika Agung sering minta uang kepada ibunya.
"Tahu, sering Rp 100 juta kadang Rp 200 juta, banyak, itu diambil dari keuntungan usaha. Bahkan Rp 500 juta di tahun 2017," kata Rini.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)