Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Bupati Agung Dituntut 10 Tahun dan Uang Pengganti Rp 77 Miliar, Sidang Vonis Digelar Hari Ini
JPU meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara selama 10 tahun, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahu
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sidang perkara dugaan suap fee proyek yang melibatkan Bupati nonaktif Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, akan memasuki babak terakhir, Kamis (2/7/2020) ini.
Pengadilan Negeri Tanjungkarang akan membacakan vonis untuk para terdakwa.
Adapun para terdakwa dalam perkara ini tak lain Bupati Agung Ilmu Mangkunegara, orang kepercayaannya Raden Syahril atau Ami, mantan Kepala Dinas PUPR Lampura Syahbudin, dan mantan Kadis Perdagangan Lampura Wan Hendri.
Humas Pengadilan Negeri Tanjungkarang Hendri Irawan mengatakan, tidak ada penundaan untuk sidang vonis Kamis ini.
Menurutnya, majelis hakim yang berjumlah lima orang sudah bermusyawarah dan menyiapkan pembacaan putusan.
• Raden Syahril Hanya Orang Suruhan Bupati Agung, Minta Jadi Justice Collaborator
• Syahbudin Kembalikan Kerugian Negara Rp 2 Miliar, Raden Syahril Rp 6 Juta
• Melihat dari Dekat Penangkaran Musang di Bandar Lampung, Rohim Rogoh Rp 2 Juta Sebulan untuk Pakan
• Polisi Benarkan Peristiwa Lakalantas Minibus Masuk Jurang saat Menuju Pantai di Lampung Selatan
"Tinggal kita dengar bersama besok (hari ini)," ucapnya.
Disinggung penjagaan persidangan, Hendri mengaku, belum ada penambahan mengingat persidangan dilakukan secara daring.
"Para terdakwa hadir secara daring dari rutan dan lapas," kata dia.
Perlu diketahui, dalam persidangan penuntutan, JPU KPK menyatakan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berlanjutan sebagaimana diatur dalam pasal 12 b dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
JPU meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara selama 10 tahun, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 77,5 miliar.
Sementara Raden Syahril dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk terdakwa Syahbudin, JPU menuntutnya pidana penjara selama 7 tahun, denda Rp 250 juta, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 2,8 miliar.
Sementara Wan Hendri dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 60 juta.
Raden Syahril Mengaku Hanya Suruhan Bupati
Raden Syahril alias Ami mengklaim hanyalah orang suruhan Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.
Hal ini diungkapkan oleh Sukriadi Siregar, penasihat hukum Raden Syahril, saat membacakan nota pembelaan dalam sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (17/6/2020).
"Terdakwa hanya orang suruhan bupati, dan terdakwa tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa ada peran terdakwa, tindak korupsi bisa terjadi di dinas, sehingga peran terdakwa tidak sentral," kata Sukriadi.
Menurut dia, jaksa KPK beranggapan bahwa Raden Syahril mengumpulkan fee proyek dari Syahbudin.
"Tapi terbantahkan setelah adanya keterangan dalam persidangan bahwa uang masih dikumpulkan ke Taufik Hidayat," beber dia.
Sukriadi menyampaikan, kliennya masih menjadi tulang punggung keluarga dan telah menerima sanksi sosial.
"Kami mohon agar majelis untuk menetapkan terdakwa sebagai justice collaborator dan memberikan putusan seringan-ringannya," tandasnya.

Raden Syahril Menyesal
Raden Syahril alias Ami sangat menyesal karena telah terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Orang dekat Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara ini pun berjanji tak akan mengulanginya lagi.
Hal ini diungkapkan Raden Syahril saat membacakan pembelaan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (17/6/2020).
"Saya pribadi telah mengatakan secara jujur meskipun didesak. Maka majelis hakim sebagai tumpuan saya untuk mendapat keadilan. Saya yakin majelis bisa memberi keadilan bagi saya dan anak istri saya," ungkapnya.
Raden Syahril menuturkan, hati anak dan istrinya telah hancur saat mengetahui ia ikut serta dalam tindak pidana korupsi melalui pemberitaan.
"Berkat kecekatan, ketelitian, dan kegigihan majelis hakim, saya tidak seperti dalam pemberitaan. Bahwa anak istri saya melihat fakta persidangan bahwa saya tidak seperti yang diberitakan," ucapnya.
Raden Syahril pun meminta hukuman yang seringan-ringannya.
"Saya memiliki satu orang istri dan tiga orang putri yang butuh kasih sayang. Anak saya perempuan, tentunya akan memengaruhi psikologisnya. Maka saya mohon hukuman seringan-ringannya," tandasnya.
Tak Jadi Acuan
Sopian Sitepu, penasihat hukum Agung Ilmu Mangkunegara, menyebut catatan Syahbudin tidak bisa dijadikan acuan dalam penuntutan.
Hal ini diungkapkan Sopian Sitepu saat membacakan pembelaan terdakwa Agung dalam persidangan telekonferensi perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (17/6/2020).
Sopian mengatakan, pihaknya tidak sependapat dengan tuntutan JPU serta jumlah gratifikasi yang diberikan ke Agung.
"Kami penasihat hukum Agung mengamati beberapa putusan Pengadilan Tipikor di Indonesia dan juga Pengadilan Tanjungkarang memberikan hak istimewa atau privilege kepada JPU KPK. Walaupun tuntutan itu tidak didukung oleh bukti-bukti yang berdasar dan tidak sesuai hukum pembuktian," tuturnya.
Sopian menuturkan, plotting proyek sudah berjalan sebelum Agung menjabat sebagai bupati Lampung Utara.
Menurut dia, plotting proyek dilakukan oleh oknum kepala dinas atau SKPD.
"Buku catatan Syahbudin hanya catatan tanpa ada konfirmasi ataupun pembuktian pedoman, sehingga tidak bisa menjadi acuan," beber Sopian.
Sopian menjelaskan, catatan itu tak bisa menjadi acuan lantaran tidak ada bukti nyata berupa harta atau benda yang bermuara ke Agung dan tidak dapat dikonfirmasi ke beberapa pihak.
"Kami tidak setuju dengan JPU. Karena JPU tidak bisa membuktikan objek nyata (tersebut)," sebutnya.
Sopian meminta kepada majelis hakim dalam menilai serta menimbang antara tuntutan JPU dan pembelaan pihaknya ada keseimbangan.
"Sebab dalam keseimbangan itulah tecermin dan diperoleh keadilan. Ini adalah makna keadilan legalitas. Konsep ini tecermin dalam pasal 183 KUHAP," katanya lagi.
"Hakim tidak boleh memutus perkara, kecuali didukung dua alat bukti sah dan adanya keyakinan hakim. Kami berharap bukti-bukti dan pembuktian akan menentukan putusan hakim," tandasnya.
Agung Bantah Terima Rp 77 Miliar
Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara membantah disebut menerima gratifikasi yang mencapai Rp 77.553.566.000.
Dalam pembelaannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Agung menyampaikan bahwa ia tidak pernah mengambil uang sebesar Rp 77,553 miliar sebagaimana disebutkan dalam berkas tuntutan.
"Saya sampaikan saya tidak pernah mengambil uang sebesar apa yang dituduhkan (dalam persidangan), terkecuali uang yang saya akui dan yang sudah saya kembalikan. Karena banyak orang yang mengambil keuntungan atas nama saya," ungkap Agung melalui video conference dari Rutan Way Huwi, Rabu (17/6/2020).
Meski demikian, Agung menyesali kekhilafannya karena telah menggunakan uang yang telah diterimanya.
"Saya akui uang tersebut, dan sudah saya kembalikan ke negara (Rp 1,475 miliar)," ujarnya dengan tenang.
Agung mengaku telah salah memercayai orang.
"Sampai ada yang membangun rumah (mewah). Bahkan ada yang mencalonkan diri sebagai wali kota entah pakai uang siapa dan bersumber dari mana, namun berdalil atas nama saya," tuturnya.
Agung mengatakan, baru tahu kerugian negara setelah adanya perkara ini.
"Semua kesalahan dilimpahkan ke saya. Mereka yang makan nangkanya, saya yang kena getahnya. Ini menjadi pelajaran buat saya, dan saya berjanji tidak akan mengulangi kekhilafan saya," ucap Agung.
Agung menuturkan, sejak ditahan di rutan, ia tidak pernah memiliki kebebasan berkumpul bersama keluarga.
"Terutama ketiga anak saya. Mereka semua sangat membutuhkan saya sebagai seorang bapak. Saya memohon agar dapat memberikan hukuman seringan-ringannya, seadil-adilnya, mengingat saya tulang punggung. Saya masih ingin mengabdikan diri kepada negara," terangnya.
Agung menegaskan kembali bahwa ia tidak menerima uang sebesar yang dituduhkan.
"Lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada satu orang tak bersalah. Saya mohon maaf kepada keluarga, anak istri saya, dan saya mohon maaf kepada warga Lampung Utara," tandasnya.
Sidang kali ini diagendakan dengan pembacaan nota pembelaan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril, mantan Kadis PUPR Lampura Syahbudin, dan mantan Kadisdag Lampura Wan Hendri.
"Hari ini diagendakan dengan nota pembelaan, dan pembelaan pertama terdakwa Agung (Ilmu Mangkunegara)," kata ketua majelis hakim Efiyanto.
Sebelum dibuka, JPU KPK Ikhsan Fernandi mengajukan perbaikan penuntutan yang telah dibacakan delapan hari lalu.
"Ada perbaikan penuntutan, Yang Mulia. Untuk berkas penuntutan Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril," seru Ikhsan.
Ikhsan pun menjelaskan, perbaikan tersebut hanya mengacu pada nomor barang bukti.
"Perbaikan pada halaman 1.241. Sebelumnya barang bukti yang dikembalikan ke Abdur Rahman pada penuntutan sebelumnya nomor 242-244, seharusnya nomor 253 dan sudah diganti," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)