Sidang Korupsi Kadiskes Lampung Utara

'Kalau Tak Ikut Aturan, Dana BOK Tidak Cair', Pengacara dr Maya Sebut Korupsi Dilakukan Berjamaah

Saksi Linda Medyawati menyampaikan bahwa terjadi pemotongan dalam anggaran BOK tahun 2017 hingga 2018.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hanif
Suasana persidangan terdakwa Maya Metissa di PN Tanjungkarang. 'Kalau Tak Ikut Aturan, Dana BOK Tidak Cair', Pengacara dr Maya Sebut Korupsi Dilakukan Berjamaah 

Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Hanif Mustafa 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kepala Dinas Kesehatan Lampung Utara nonaktif dr Maya Metissa kembali menjalani sidang perkara penyelewengan anggaran dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) 2017-2018. Sidang berlangsung telekonferensi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (21/9/2020).

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Siti Insirah ini menghadirkan 13 orang saksi.

Para saksi merupakan kepala puskesmas.

Mereka yakni, Triyana Putri, Sigit Rianto, Darmawan, Sri Mustika, dr. Sri Haryati, Linda Medyawati, Leni Indriana Shanti, Iwan Darmawan, Saipul, dr. Masrianti, Ahmad Hamdani, Asianto, dan Wardianto.

"13 orang saksi ini perwakilan dari 27 orang kepala Puskesmas di Lampung Utara," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budiawan Utama, kemarin.

Korupsi Berjamaah, Kadiskes Lampung Utara Maya Mettisa Disebut hanya Dapat 4 Persen dari Bendahara

Ibu Tersangka Penusukan Syekh Ali Jaber Menangis Lihat Sang Anak Dimasukkan Ruang Tahanan

Meski saksi berjumlah 13 orang, namun sidang berlangsung cepat, hanya 1,5 jam.

Ini karena masih suasana pandemi Covid.

Jaksa mengajukan pertanyaan langsung kepada 13 orang tersebut secara bersamaan.

"Kalian tahu ada pemotongan," tanya jaksa kepada 13 orang saksi.

Pertanyaan ini langsung dijawab kompak ke-13 kepala puskesmas, "Tahuuu".

Kemudian jaksa kembali bertanya, "Bener 10 persen?. Dan dijawab 13 orang saksi, "Benar".

Selanjutkan jaksa meminta salah satu saksi untuk memberikan penjelasan.

"Salah satu saksi bisa jelasin, ada protes?"

Tiap Cair Dipotong

Saksi Linda Medyawati menyampaikan bahwa terjadi pemotongan dalam anggaran BOK tahun 2017 hingga 2018.

"Pemotongan dilakukan oleh Bendahara Kepala Dinas sebesar 10 persen. Jadi setiap pencairan dipotong 10 persen," tuturnya.

Ia mengatakan, pencarian dana BOK berlangsung secara bertahap yakni empat kali dalam setahun.

"Kami gak mengambil langsung dana BOK. Bendahara yang ngambil dengan syarat kuitansi," sebut Linda.

Alhasil akibat pemotongan tersebut, Linda mengaku terpaksa mengurangi kualitas alat atau benda kesehatan yang dibelinya.

"Kegiatan tetap dilakukan tapi mengurangi porsi maupun kualitas," kata Linda.

Sempat Marah

Sementara saksi dr Sri Haryati menuturkan, pada tahun 2017 ia mendapatkan laporan dari bendahara puskemas tempatnya bekerja jika dana BOK yang diterima tidak utuh.

Mengetahui hal itu, ia langsung melakukan protes kepada Bendahara Dinas Kesehatan Novrida Nunyai.

"Di ruangannya saya marah-marah dan adu mulut," tegas Sri.

Sri menuturkan, ia protes lantaran tidak sepenuhnya menerima anggaran BOK.

"Dan tidak ada pemberitahuan, tiba-tiba ada pemotongan. Lalu cuma dijawab nanti ditalangi kepala dinas," tandas Sri.

Tiga hari setelah adu mulut dengan Bendahara Dinas Kesehatan Novrida Nunyai, saksi dr Sri Haryati dipanggil Kepala Dinas Kesehatan nonaktif dr Maya Metissa.

Ia menghadap bersama Bendahara Dinas Kesehatan Novrida Nunyai.

"Di dalam saya dibilangin kenapa tidak ikut aturan," ungkap Sri.

Sri pun akhirnya terpaksa mengikuti aturan pemotongan anggaran BOK lantaran ancaman tidak ada pencairan.

"Kami bingung kalau kami gak ikuti, gak cair dan program tidak berjalan. Sehingga kami mengikuti," sebut Sri.

Sri menambahkan ia sempat menanyakan uang potongan BOK tersebut dialirkan ke mana.

"Tapi dijawab kalau itu gak perlu saya jelasin ke kamu. Jadi saya gak tahu diserahkan ke siapa," kata Sri.

Korupsi Berjamaah

Penasihat Hukum dr Maya Metissa sebut kliennya tak menikmati sendiri uang hasil pemotongan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan.

Penasihat Hukum dr Maya, Joni Anwar mengatakan, jika kasus yang menjerat kliennya merupakan kasus korupsi berjamaah. 

"Tidak mungkin korupsi dilakukan seorang diri, klien saya ini hanya menerima uang potongan dan BOK dari bendaharanya Novrida Nunyai," ungkap Joni Anwar, kemarin.

Lanjut Joni, jika kliennya hanya mendapatkan bagian 4 persen dari bendahara.

"Sisanya 6% kemana, ini yang harus menjadi pertanyaan. Jaksa harus betul-betul serius membongkar kasus ini," ujar Joni.

Masih kata Joni, menurut kliennya pemotongan tersebut sudah menjadi tradisi semnjak kepala dinas sebelum terdakwa.

"Bendahara mengatakan kalau potongan itu sudah tradisi," tandas Joni. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved