Berita Lampung
Mamak Fendi Pengrajin Anyaman Resam dan Bambu dari Lampung Barat
Pria yang biasa dipanggil Mamak (Paman) Fendi menjelaskan, anyaman resam seperti gelang dan cincin dimulai tahun 2017.
Penulis: Bobby Zoel Saputra | Editor: Indra Simanjuntak
Tribunlampung.co.id, Lampung Barat - Berbekal ketekunan, Hapzon Efendi sukses menjadi pengrajin anyaman resam dan bambu di Lampung Barat.
Hapzon Efendi memulai usaha kerajinan anyaman pada tahun 2017 di rumahnya Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat.
Sementara untuk anyaman bambu, Hapzon Efendi mulai mencoba pada tahun 2019 dengan memanfaatkan ilmu yang didapat saat mengikuti pelatihan Dinas Koperindag Lampung Barat.
Pria yang biasa dipanggil Mamak (Paman) Fendi menjelaskan, anyaman resam seperti gelang dan cincin dimulai tahun 2017.
“Tapi kalau untuk yang anyaman bambu itu dari tahun 2019, itu juga manfaatin hasil pelatihan yang diadain Dinas Koperindag kabupaten,” beber Fendi saat ditemui di rumahnya, Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Polres Metro Monitoring 6 SPBU pasca Kenaikan Harga BBM, Edukasi Tidak Panic Buying
Baca juga: Polsek Kota Agung Patroli Malam Sisir Balap Liar, Jaga Jalan Soekarno Hatta
Anyaman resam menggunakan bahan dasar yang berasal dari tanaman paku dan dikombinasikan dengan akar gantung miyai.
Sedangkan untuk anyaman bambu, Fendi menggunakan bahan dasar dari bambu dengan menambah material-material pendukung lainnya.
Dalam satu hari, Mamak Fendi bisa menghasilkan puluhan karya dengan memakan waktu 10-15 menit untuk anyaman resam.
"Satu pcs tergantung dari ukuran dan motifnya," ujarnya.
Sedangkan untuk anyaman bambu seperti kotak tisu, hantaran, dan semacamnya, Fendi mengaku bisa menghabiskan waktu selama satu hari.
Dari kerajinan anyamannya, Fendi bisa menghasilkan produk-produk seperti gelang, cincin, gantungan kunci, kotak tisu, hantaran, nampan, dan produk anyaman menarik lainnya.
Mamak Fendi mengatakan bahwa ketertarikannya di bidang kerajinan menganyam berawal dari ketertarikannya dengan bidang seni.
Baca juga: Lakalantas Minibus Travel dan Yamaha Mio di Jalinsum Penengahan, Satu Orang Meninggal Dunia
Baca juga: Pesan Ganjar Pranowo kepada Isfansa dan Mareta saat Hadiri Pernikahan Anak Gubernur Arinal
Ia menyampaikan bahwa dulu Ia sering melihat orang tua zaman dahulu menganyam.
Saat itu Ia merasa tertarik dan berfikir kegiatan tersebut merupakan hal yang menyenangkan.
Setelah itu, bersama teman-temannya memutuskan untuk mencoba belajar menganyam dengan proses pembelajaran yang otodidak.
“Jadi bisanya itu otodidak, cuma ngeliat-ngeliat orang terus saya coba belajar sendiri lama-lama bisa juga,” kata Fendi.
“Jadi saya coba tuh belajar-belajar di rumah dengan bermodalkan alat golok yang sampai saat ini masih saya pakai untuk nganyam,” terusnya.
“Dulu juga belajar bareng teman-teman, jadi kalau lagi senggang engga ada kegiatan ya coba-coba nganyam terus,” imbuhnya.
Dalam proses menganyam, Fendi selalu mengutamakan kerapihan dan detail tiap hasil anyamannya.
Bahan dasar yang dipakai pun harus yang berkualitas dan tidak boleh bahan yang asal-asalan.
Karena menurutnya seni dinilai dari detail dan kerapian dari setiap karya yang dihasilkan, selain itu kualitas dari karya tersebut juga harus diperhatikan.
Untuk pemasaran, karya anyaman Fendi sudah didistribusikannya ke berbagai tempat dan toko-toko di pusat kota Liwa.
“Alhamdulillah produk-produk ini udah sampai ke Suoh, Rigis, dan sudah titip-titip ke toko-toko besar yang berpusat di Liwa,” kata Mamak Fendi.
“Untuk kota-kota besar paling masih terbatas, paling ada tamu-tamu dari luar atau anak-anak kampus luar yang sedang main atau KKN,” tuturnya.
Rata-rata orang yang ingin memesan pun langsung datang ke rumah Fendi untuk dipasang langsung ke tangannya secara permanen.
Hal itu juga dimaksudkan agar ukuran gelang atau cincin bisa pas di tangan, tidak kebesaran ataupun kekecilan.
Baca juga: Pasien TBC Terkonfirmasi di Lampung Selatan Capai 1.021 Kasus, Melonjak dari Tahun Sebelumnya
Baca juga: Kapolres Lamsel AKBP Edwin Janji Tindak Tegas Penyalahguna BBM Subsidi
Untuk harga dari kerajinan anyaman resam, Fendi mematok harga gelang 10-35 ribu, cincin 3-5 ribu, gantungan kunci 10-15 ribu.
Sedangkan untuk anyaman bambu, kotak tisu paling murah di harga 40 ribu, hantaran 80-100 ribu, nampan 25-60 ribu.
Murah mahalnya harga semua produk yang dijual tergantung dari ukuran, tingkat kerumitan, waktu pembuatan, dan juga motif yang diinginkan oleh pemesan.
Fendi mengaku perbulan bisa menghasilkan omset sekitar Rp 1 hingga 2 juta dari usaha kerajinan anyamannya tersebut.
“Belum terlalu besar, karena terkendala di pemasarannya yang belum terlalu luas,” kata dia.
Fendi berharap produk-produk yang Ia hasilkan bisa meningkat, dan konsumen-konsumen yang memesan bisa semakin bertambah.
Ia juga berharap apa yang Ia lakukan tersebut bisa membantu meningkatkan ekonomi keluarganya.
“Ya semoga usaha yang saya lakuka ini produknya bisa meningkat, dan jumlah konsumen juga bisa bertambah,” kata Fendi.
“Karena yang saya lakukan ini juga untuk bisa membantu ekonomi keluarga saya,” terusnya.
Mamak Fendi juga berharap agar daerah Pekon Kubu Perahu bisa segera mendapatkan akses sinyal.
Hal itu agar proses pemasaran dari produk-produk usahanya bisa lancar dan semakin luas tidak terkendala oleh sinyal.
“Karena selama ini saya di sini dalam hal pemasaran masih terkendala sinyal, masih banyak titik-titik blank spot di sini,” kata Fendi.
“Kalau sinyal lancar kan saya bisa masarin produk-produk ini makin luas lewat medsos,” tutupnya.
(Tribunlampung.co.id/Bobby Zoel Saputra)