Jamaah Islamiyah Bubar

Kisah Kader Jamaah Islamiyah 10 Tahun Jadi Buron, Sabarno: Saya Tahu Dilacak Densus 88

Sosok Sabarno alias Pak Sabar alias Amali, menjadi orang yang paling dicari Densus 88. Kader Jamaah Islamiyah bahkan telah 10 tahun masuk DPO.

|
Tribunnews/Sigit Ariyanto
Sabarno (kiri) bersama Abu Fatih atau Abdullah Anshori (kanan), mantan pemimpin Mantiqi II Jamaah Islamiyah saat diwawancarai Tribun secara eksklusif di satu tempat di dekat Kota Solo, Rabu (17/7/2024). Sosok Sabarno alias Pak Sabar alias Amali, menjadi orang yang paling dicari Densus 88. Kader Jamaah Islamiyah bahkan telah 10 tahun masuk DPO. 

Teman-teman ayahnya juga satu lingkungan, dan menjadi bagian dari jamaah yang gairahnya besar terkait amalan jihad. 

Beranjak besar, Sabarno dikirim ke pesantren, dan ia masuk ke Pondok Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jateng. 

Dia masuk angkatan kedua di pesantren yang didirikan guru dan alumni Ponpes Al Mukmin Ngruki, Cemani, Sukoharjo.

Dalam perjalanan ke Ponpes Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Sabarno cukup banyak bercerita tentang sepenggal kisah pelariannya. 

Ditanya apakah kenal Gempur Budi Angkoro alias Urwah, Sabarno menjawab lirih. “Ya kenal wong keluarga, tetanggaan juga,” jawab Sabarno. 

Gempur Budi Angkoro alias Urwah ini tewas saat menemani Noordin Mohd Top bersembunyi di sebuah rumah di Mojosongo, Kota Solo

Rumah itu diserbu Densus 88 Antiteror pada 16 September 2009 sekira pukul 22.30 WIB. Pertempuran berlangsung hingga pagi karena Noordin Mohd Top melawan.

Ia menolak menyerah, dan akhirnya mati bersama tiga pendampngnya, yaitu Urwah, Ario Sudarso alias Aji, dan Susilo.

Susilo merupakan pengontrak rumah, dan saat kejadian bekerja mengurus ternak di Ponpesn Al Kahfi Mojosongo. 

Sehari-harinya sebelum penggerebekan, Susilo tinggal Bersama Putri Munawaroh, istrinya yang tengah hamil. 

Penampilan dan pergaulannya normal seperti kebanyakan warga setempat. Ia juga berinteraksi biasa saja dalam urusan-urusan sosial dengan tetangga sekitar. 

Kembali ke kisah Sabarno, sesudah lulus dari Darusy Syahadah, ia aktif di jamaah dan menjalani aneka peran dan misi gerakan. 

Ia pernah dikirim kursus singkat ke wilayah Moro atau MILF di Mindanao. Lalu terjun ke konflik Ambon, dan paling jauh, diberangkatkan ke Suriah. 

Di Mindanao, Sabarno belajar selama empat bulan saat pecah perang total antara pasukan MILF dan militer Filipina. 

Kamp Abubakar, lokasi pelatihan militer para jihadis dari Indonesia saat itu sudah hancur lebur diserbu tentara. 

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved