Berita Terkini Nasional

Pledoi Supriyani Berjudul 'Orang Susah Harus Salah', Diserahkan ke Hakim dan JPU

Pledoi alias nota pembelaan guru honorer Supriyani atas kasusnya yakni dugaan pemukulan murid, diberi judul 'Orang Susah Harus Salah'.

Dokumentasi TribunnewsSultra.com
Dalam sidang pledoi guru Supriyani, kuasa hukum membacakan pembelaan berjudul ‘Orang Susah Harus Salah’ setebal 188 halaman. Poin-poin penting dan kesimpulan pledoi itupun dibacakan dalam lanjutan persidangan di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (14/11/2024). 

“Adapun perbuatan Supriyani yang tidak mengakui perbuatannya, menurut pandangan kami karena ketakutan atas hukuman dan hilangnya kesempatan menjadi guru tetap,” ujar Ujang.

Kemudian, selama tujuh kali menjalani persidangan, Supriyani juga dinilai sopan dan kooperatif.

Supriyani memiliki dua orang anak kecil yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang tua.

Guru honorer tersebut juga belum pernah dihukum.

Selain itu, Supriyani juga telah mengabdi sebagai guru honorer di SD 4 Baito sejak 2009.

“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan penuntut umum, maka walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat mensrea,” kata jaksa.

“Oleh karena itu terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana kepadanya. Oleh karena unsur pertanggung jawaban pidana tidak terbukti.”

“Maka dakwaan kedua dalam surat dakwaan penuntut umum tidak perlu dibuktikan,” jelas jaksa dalam tuntutannya.

Jaksa juga menyimpulkan, perbuatan terdakwa memukul bukan tidak pidana.

“Perbuatan terdakwa Supriyani memukul anak korban, namun bukan tindak pidana,” ujarnya.

Jaksa juga mengemukakan tidak ada hal -hal yang memberatkan terdakwa Supriyani.

“Hal memberatkan tidak ada, terdakwa bersikap sopan selama persidangan,” kata Jaksa.

Sehingga, JPU menuntut guru Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum.

“Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan,” jelas Jaksa.

“Satu, menyatakan menuntut terdakwa Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum,” lanjutnya.

Kedua, jaksa meminta agar barang bukti dan alat bukti yang ada di dalam persidangan untuk dikembalikan kepada saksi.

“Menetapkan barang bukti berupa 1 pasang baju seragam SD dan baju lengan pendek batik dan celana panjang warna merah dikembalikan ke saksi (NF),” kata Jaksa.

“Kedua, sapu ijuk warna hijau dikembalikan ke saksi Sanaa Ali,” jelasnya menambahkan.

Pledoi Terdakwa

Usai persidangan, kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, pun mengurai poin-poin pembelaan hingga kesimpulan pledoinya.

“Tadi di pledoi kami menggambarkan semua fakta-fakta. Kita analisis semua alat-alat bukti. Apakah semua alat bukti saling berkesesuaian, apakah dia memiliki kekuatan pembuktian,” kata Andri.

Dengan pembuktian tersebut, tim kuasa hukum, berkesimpulan bahwa guru Supriyani tidak terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan.

“Sehingga kami pada akhirnya tiba pada kesimpulan akhir bahwa Bu Supriyani tidak terbukti melakukan seperti yang dituduhkan yaitu melakukan kekerasan terhadap seorang anak,” lanjutnya.

Kuasa hukum pun menyampaikan beberapa poin yang mendasari kesimpulan tersebut.

“Keterangan saksi yang disumpah. Guru-guru semua jelas menyampaikan tidak ada kejadian itu,” ujarnya.

“Kalau keterangan orangtua itu bersifat testimoni, tidak melihat langsung kejadiannya,” kata Andri menambahkan.

Dia juga mendasarkan kesimpulan tersebut atas keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan.

Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri, bahawa keterangan anak tidak bisa diandalkan dalam perkara ini karena kualitasnya dipertanyakan.

Sementara, ahli forensik, Dr Raja Al Fath Widya Iswara, yang berpendapat bahwa luka korban bukan disebabkan sapu.

Tapi disebabkan penyebab lain yakni gesekan dengan benda yang permukaannya kasar.

“Kemudian keterangan saksi anak kita sesuaikan lagi. Apakah dia berkesesuaian dengan kesaksian saksi yang lain,” jelas Andri.

Andri mencontohkan keterangan saksi anak yang menyebutkan waktu kejadian pemukulan terjadi pada pukul 08.30 wita.

“Sementara saksi gurunya, Ibu Lilis, mengatakan bahwa tidak ada kejadian itu,” ujarnya.

“Kemudian ada saksi anak yang menyebutkan jam 10. Sementara ibu guru, guru-gurunya menyatakan bahwa kalau jam 10 anak kelas 1 sudah pulang semua,” kata Andri menambahkan.

Dengan berbagai rangkaian pembuktian tersebut dalam persidangan, kata Andri, tim kuasa hukum guru Supriyani pun menyimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pemukulan seperti yang dituduhkan.

“Ini tidak ada kejadian sebenarnya. Kami akhirnya meminta agar ini bisa dibebaskan oleh majelis hakim,” jelasnya menambahkan.

( Tribunlampung.co.id / TribunnewsSultra.com )

Sumber: Tribun sultra
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved