Berita Lampung

Prof Intan Jadi Guru Besar Termuda Unila, Orasi Ilmiahnya Singgung Kearifan Lokal

Prof Intan Fitri Meutia, profesor dalam ranting Ilmu Kepakaran Manajemen Publik menjadi guru besar termuda di Unila pada usia 39 tahun. 

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
Guru besar Unila, Prof Intan Fitri Meutia, saat diwawancarai Tribun Lampung, Selasa (31/12/2024) di GSG Unila. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Universitas Lampung (Unila) kembali mengukuhkan 14 guru besar (gubes) atau profesor pada penghujung tahun 2024.

Adapun guru besar tersebut yakni Prof Intan Fitri Meutia, profesor dalam ranting Ilmu Kepakaran Manajemen Publik menjadi guru besar termuda di Unila pada usia 39 tahun. 

Dengan judul orasi "Adaptasi Manajemen Publik Melalui Konvergensi Kearifan Lokal Untuk Pengembangan Kebijakan Inklusif".

"Saya berharap adanya gelaran guru besar ini dapat memperluas wawasan tentang pentingnya pendekatan holistik dalam manajemen publik," kata guru besar Unila, Prof Intan Fitri Meutia, saat diwawancarai Tribun Lampung, Selasa (31/12/2024).

Dikatakannya, pendekatan holistik tidak hanya mengutamakan efisiensi akan tetapi juga menanamkan nilai-nilai keberlanjutan dan keadilan sosial.

"Karena manajemen publik di Indonesia berperan krusial dalam pengelolaan organisasi pemerintahan secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," ujarnya.

Pihaknya mencatat bahwa saat ini manajemen publik telah berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan pemerintahan.

Dengan mencerminkan perubahan dalam tata kelola, teknologi dan harapan publik. 

"Manajemen publik telah mengalami evolusi signifikan dari birokrasi yang kaku menjadi pendekatan yang lebih dinamis dan kolaboratif," ucap Prof Intan. 

Manajemen publik mengintegrasikan teori dan konsep interdisipliner, yang mencerminkan meningkatnya kompleksitas dan tuntutan tata kelola. 

Karena manajemen publik modern menyeimbangkan efisiensi, akuntabilitas dan kesetaraan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, teknologi, dan inklusi sosial.

"Konvergensi kearifan lokal merujuk pada proses penyatuan nilai-nilai tradisional yang berasal dari budaya lokal ke dalam berbagai aspek kehidupan modern, termasuk kebijakan publik, manajemen, dan pembangunan," kata Prof Intan. 

Di Indonesia, kearifan lokal adalah bagian tak terpisahkan dari identitas nasional yang mencerminkan keragaman budaya dan nilai-nilai yang telah teruji oleh waktu. 

"Karena proses konvergensi ini penting untuk menjaga keberlanjutan budaya dan memperkuat
karakter bangsa dalam menghadapi tantangan global," imbuhnya.

Indonesia memiliki beragam kearifan lokal yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. 

Kearifan ini mencerminkan nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, harmoni dengan alam, dan penghormatan terhadap perbedaan. 

Prof Intan mengatakan, nilai-nilai ini tidak hanya relevan dalam konteks lokal tetapi juga memiliki potensi untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan dan praktik pembangunan nasional.

"Konvergensi kearifan lokal merujuk pada proses penyatuan nilai-nilai tradisional yang berasal dari budaya lokal ke dalam berbagai aspek kehidupan modern," kata Prof Intan.

Termasuk kebijakan publik, manajemen dan pembangunan Indonesia, karena kearifan lokal adalah bagian tak terpisahkan dari identitas nasional.

Dengan mencerminkan keragaman budaya dan nilainilai yang telah teruji oleh waktu. 

Proses konvergensi ini penting untuk menjaga keberlanjutan budaya dan memperkuat karakter bangsa dalam menghadapi tantangan global.

"Kearifan ini mencerminkan nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, harmoni dengan 
alam, dan penghormatan terhadap perbedaan," terangnya.

Nilai-nilai ini tidak hanya relevan dalam konteks lokal tetapi juga memiliki potensi untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan dan praktik pembangunan nasional.

"Capaian guru besar itu membutuhkan usaha dan yang pasti jaman sudah berubah, kalau dulu hanya mengajar saja dan tetapi saat ini menjadi guru besar itu harus menulis," kata Prof Intan.

Saat ini penguasaan bahasa asing harus dilakukan karena tuntutan dunia internasional.

"Membuat buku juga masih menjadi pendukung, kemudian harus taat administratif untuk mencapai guru besar," tukas dia.

(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra) 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved