Dugaan Korupsi di Kemendikbud Ristek

Keberadaan Nadiem Makarim Seusai Dicekal ke Luar Negeri, Imigrasi Buka Suara

Keberadaan eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim seusai dicekal Kejagung ke luar negeri, menjadi sorotan. Imigrasi pun buka suara keberadaan Nadiem.

Tangkapan Layan YouTube KEMENDIKBUD RI
KEBERADAAN NADIEM MAKARIM: Nadiem Makarim saat menjabat sebagai Mendikbudristek, membacakan pidato di upacara Hardiknas 2023. Keberadaan eks Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim seusai dicekal Kejaksaan Agung ( Kejagung ) ke luar negeri, menjadi sorotan. Ditjen Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan buka suara terkait keberadaan Nadiem terkini. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - Keberadaan eks Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim seusai dicekal Kejaksaan Agung ( Kejagung ) ke luar negeri, menjadi sorotan.

Diketahui, mantan Mendikbudristek itu dilarang bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan, oleh Kejagung. Hal tersebut lantaran saat ini Kejagung masih melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop pada Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud Ristek periode 2019-2022.

Dalam kasus tersebut, Nadiem Makarim masih berstatus sebagai saksi.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan membenarkan eks Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim dicegah ke luar negeri.

"Atas nama Nadiem Anwar Makarim, cegah sejak 19 Juni 2025 sesuai permintaan dari Kejagung," kata Plt Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman saat dihubungi, Jumat (27/6/2025).

Dalam hal ini, kata Yuldi, berdasarkan catatan pihaknya, Nadiem Makarim sendiri dipastikan masih berada di Indonesia saat ini.

"Posisi (Nadiem) saat ini ada di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencekal (cegah tangkal) eks Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim untuk bepergian ke luar negeri.

Adapun pencegahan Nadiem dilakukan saat yang bersangkutan masih berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop pada Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud Ristek periode 2019-2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pencekalan terhadap Nadiem itu dilakukan agar proses penyidikan dapat berjalan lancar.

"Iya sejak 19 Juni 2025 untuk 6 bulan ke depan. Alasanya untuk memperlancar proses penyidikan," kata Harli.

Lebih jauh Harli menuturkan, pencekalan itu dilakukan lantaran dalam waktu dekat penyidik berencana memanggil Nadiem untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang tengah diusut tersebut.

Sebab sejauh ini penyidik masih berupaya mengumpulkan sejumlah bukti termasuk keterangan tambahan dari Nadiem guna membuat terang perkara pengadaan laptop yang memakan anggaran Rp 9,9 triliun itu.

"Nah kemudian penyidik juga menjelaskan bahwa tentu mempunyai rencana itu, mempunyai rencana memanggil kepada yang bersangkutan terkait dengan hal yang masih dibutuhkan keteranganya," jelasnya.

Penyidik Kejaksaan Agung disebut tengah mendalami dugaan pengkondisian dalam proyek pengadaan chromebook di Kemendikbud Ristek periode 2019-2022.

Harli Siregar mengatakan, pendalaman itu dilakukan penyidik saat menggelar pemeriksaan terhadap eks Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada Senin (23/6/2025) malam kemarin.

Harli menuturkan, bahwa dugaan pengkondisian itu terjadi ketika dilakukan rapat pembahasan pengadaan chromebook pada 6 Mei 2020 silam.

"Ada hal yang sangat penting didalami oleh penyidik dalam kaitan dengan rapat pada bulan Mei 2020.  Nah di tanggal 6 Mei 2020 itu yang saya masukkan tadi bukan tentu istilah pengkondisian itu harus diperjelas," kata Harli.

Dalam rapat tersebut lanjut Harli diketahui diikuti oleh berbagai pihak termasuk Nadiem Makarim. Selain itu di rapat tersebut terdapat berbagai pandangan dari sejumlah pihak itu perihal pengadaan laptop chromebook.

Oleh sebabnya kata Harli, hal itulah yang pada pemeriksaan kemarin tengah didalami penyidik langsung dari keterangan Nadiem Makarim selaku Mendikbud Ristek pada masa itu.

"Nah nanti siapa yang berperan terkait ini sehingga ada perubahan antara kajian awal dengan review terhadap kajian itu sehingga chromebook dipilih menjadi sistem pengadaan ini, ini yang didalami oleh penyidik," ujarnya.

Harli Siregar mengatakan, bahwa penyidik telah meningkatkan status perkara tersebut dari penyelidikan ke penyidikan.

Pengusutan kasus itu bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbud Ristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.

Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).​ Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.

"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," katanya.

Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.

Akan tetapi saat itu Kemendikbud Ristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.

"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," katanya.

Lebih jauh Harli menuturkan, bahwa diketahui Kemendikbud Ristek mendapat anggaran pendidikan total sebesar Rp 9.982.485.541.000 atau Rp 9,9 triliun 2019-2022. Yang dimana jumlah tersebut diantaranya dialokasikan sebesar Rp3.582.607.852.000 atau Rp 3,5 triliun untuk pengadaan peralatan TIK atau chromebook tersebut dan untuk dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000 atau Rp 6,3 triliun.

Atas dasar uraian peristiwa yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti lainnya, ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat. Harli menyebut hal itu dilakukan dengan cara mengarahkan kepada tim teknis yang baru agar dalam pengadaan TIK untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang dan jasa.

"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," jelasnya​.

Baca juga: Nadiem Makarim Dilarang ke Luar Negeri, Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop

( TRIBUNLAMPUNG.CO.ID / TRIBUNNEWS.COM )

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved