Berita Lampung

Kunjungan Menteri ATR/BPN Dinilai Tak Sentuh Akar Konflik Agraria di Anak Tuha

Hingga kini konflik antara masyarakat tiga kampung dengan PT BSA belum juga menemukan titik terang.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
KONFLIK AGRARIA - LBH Bandar Lampung mendampingi warga masyarakat tiga kampung, Bumi Aji, Negara Aji Tua, dan Negara Aji Baru Lampung Tengah saat unjuk rasa menuntut hak terhadap PT Bumi Sentosa Abadi (BSA). Kunjungan Menteri ATR/BPN dinilai tak sentuh akar konflik agraria di Anak Tuha. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – LBH Bandar Lampung sebut kunjungan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid ke Lampung dinilai belum menjawab akar persoalan konflik agraria yang masih membayangi sejumlah wilayah, termasuk Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah.

Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi mengatakan, hingga kini konflik antara masyarakat tiga kampung, Bumi Aji, Negara Aji Tua, dan Negara Aji Baru dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) belum juga menemukan titik terang.

Menurutnya sejauh ini masyarakat menilai, ketidakhadiran langkah konkret dari pemerintah pusat dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung sejak era 1970-an menunjukkan lemahnya komitmen negara.

Dia mengatakan kedatangan Menteri Nusron seharusnya dimanfaatkan untuk meninjau langsung titik-titik konflik.

“Bukan hanya meresmikan program legalisasi aset atau pidato seremonial,” kata Sumaindra, Rabu (30/7/2025).

Konflik di wilayah Anak Tuha sendiri bermula sejak perusahaan mengklaim lahan seluas hampir 1.000 hektare.

Padahal, warga setempat telah lebih dulu mengelola lahan tersebut jauh sebelum terbitnya Hak Guna Usaha (HGU).

Sejak 2014, sebagian warga bahkan kembali menggarap lahan yang sempat diklaim PT BSA.

Namun pada 2023, situasi memanas. Aparat gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP dilibatkan dalam proses pengosongan lahan.

Sedikitnya 1.500 personel diturunkan untuk menggusur, membongkar pondok, serta menangkap sejumlah warga.

Tujuh orang di antaranya bahkan sempat diproses hukum.

“Yang terjadi adalah represi. Negara hadir tidak dalam kapasitas melindungi rakyat, tapi justru memuluskan kepentingan korporasi,” tambah Sumaindra.

LBH Bandar Lampung bersama warga pun terus menyuarakan desakan agar HGU PT BSA dicabut.

Mereka juga meminta pembentukan panitia khusus (pansus) agraria, evaluasi ulang izin perusahaan, serta pembebasan warga yang ditahan akibat konflik lahan.

Pada April 2025, ratusan warga dari tiga kampung menggelar aksi damai di Kantor Bupati dan DPRD Lampung Tengah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved