Wawancara Eksklusif

Pengelola Yayasan Fatimah Az Zahra Bandar Lampung Bicara soal GNN

GNN yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan skor PISA (Programme for International Student Assessment).

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Wahyu Iskandar
BAHAS GNN - Pengelola Yayasan Fatimah Az Zahra Bandar Lampung, Siti Fatimah Ramin, menjadi pembicara soal GNN dalam podcast di studio Tribun Lampung, Rabu (29/10/2025). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mencanangkan Gerakan Numerasi Nasional (GNN) dengan mengangkat tema “Mahir Angka untuk Majukan Negeri” pada 19 Agustus 2025. 

GNN adalah program kolaboratif yang digagas untuk meningkatkan kemampuan numerasi masyarakat Indonesia. 

Gerakan ini bertujuan agar masyarakat, terutama generasi muda, memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan analitis berbasis angka untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 

GNN melibatkan berbagai pihak seperti sekolah, keluarga, masyarakat, dan media massa, dengan strategi yang berfokus pada perubahan mindset, skillset, dan toolset numerasi di semua lingkungan.

GNN yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan skor PISA (Programme for International Student Assessment), program studi internasional untuk mengukur sistem pendidikan

GNN bertujuan untuk meningkatkan kemampuan numerasi siswa agar lebih terampil dalam berpikir kritis dan logis, sehingga skor PISA Indonesia dapat meningkat sesuai target.

Bagaimana sebenarnya pola pembelajaran matematika yang baik sehingga mampu menciptakan kesadaran anak didik tanpa melalui paksaan? 

Simak Wawancara Eksklusif bersama pengelola Yayasan Fatimah Az Zahra Bandar Lampung, Siti Fatimah Ramin, di studio Tribun Lampung, Rabu (29/10/2025).

Bagaimana menerjemahkan adanya penurunan skor PISA, khususnya untuk matematika, di Indonesia? Bagaimana menilai Gerakan Numerasi Nasional (GNN)?

PISA atau Program for International Student Assessment merupakan program untuk mengukur hasil belajar yang fokus pada tiga objek, yakni numerasi, literasi, dan sains.

Memang sejauh ini kita mengalami penurunan. Namun, target kami insya Allah mencapai angka 415, yang sejauh ini masih di angka 300 sekian.

Terjadinya penurunan ini tentu menjadi tanggung jawab kita semua, terutama kami sebagai tenaga pendidik matematika. Penyebabnya antara lain karena pandemi, yang berdampak pada proses belajar tidak dilakukan secara tatap muka.

Berbicara tentang PISA, terdapat 39 negara anggota. Sementara Indonesia belum menjadi anggota, masih berstatus pendampingan. Itu menjadi PR dan tugas kita semua. Salah satu upayanya adalah melalui Gerakan Numerasi Nasional (GNN).

Bagaimana melihat matematika sebagai fondasi untuk berbagai disiplin ilmu?

Tentu, matematika menjadi dasar. Ibarat pohon, numerasi menjadi akar, lalu berkembang menjadi batang, daun, dan buah. Ini menjadi dasar.

Kalau berbicara upaya, ya tadi melalui GNN. Ini adalah langkah pemerintah pusat melalui pelatihan. Salah satu tujuan GNN adalah memperbaiki model pembelajaran.

Bagaimana sebaiknya model pembelajaran untuk matematika?

Tentu langkah awal adalah meningkatkan SDM, baik tenaga pendidik maupun anak didiknya. Model pembelajaran bisa dilakukan dengan cara project-based learning, play learning, dan delearning, agar pembelajaran matematika bisa diterima hingga ke akarnya.

Anak juga harus dibiasakan dengan angka bahkan dari kehidupan sehari-hari. Contoh kecil, dari handphone kita — bisa melatih dengan mengukur panjang, lebar, dan tinggi handphone, lalu menghitung berapa aplikasi di dalamnya. Banyak hal yang berkaitan dengan angka dalam keseharian.

Berbicara tentang kurikulum, apakah ada perbedaan atau adakah yang dianggap lebih bagus?

Semua bagus, baik Kurikulum 2013, Merdeka, ataupun lainnya. Saya meyakini perancang kurikulum sudah mengkajinya secara mendalam. Tinggal bagaimana kita menge-drive-nya dan harus bersama-sama menjalankannya.

Sekolah berarti berbicara tentang pendidik dan anak didik. Bagaimana sebaiknya agar mendapatkan pendidik yang berkualitas?

Sebelum ke situ, kita harus pahami bahwa kita ini manusia, dan pembelajaran terutama matematika adalah bagian dari kehidupan manusia.

Untuk mendapatkan guru yang berkualitas, orang tua bisa mengecek latar belakang sekolah dan gurunya, mulai dari riwayat pendidikan hingga pengalaman organisasi semasa kuliah. Ini harus benar-benar diperhatikan.

Kalau kami di Az Zahra, hal itu diperhatikan dan diseleksi betul saat menerima guru. Minimal ada 5 tahapan seleksi. Kami ingin memastikan tenaga pendidik adalah sosok yang layak dan mampu.

Setiap tahap itu harus diperjuangkan. Banyak yang gagal, tapi ini bagian terpenting bagi kami, karena kami diamanahi sekitar 1.400 - 1.500 siswa. Itu sebabnya kami sangat selektif menerima guru karena ini menjadi pintu gerbang utama.

Di Az Zahra, antara guru dengan guru, dan guru dengan murid, ada kedekatan informal. Kami wajib tahu karakter dan keseharian siswa.

Setiap anak itu unik: ada yang suka menyanyi, olahraga, atau bercerita. Karena itu, banyak pola yang kami lakukan agar setiap anak diberi wadah. Intinya, potensi anak kami bekali dan kami dukung.

Kami melakukan observasi sejak TK dan lebih spesifik lagi wawancara dengan orang tua. Kami bangun kedekatan dengan menanyakan hobi dan kebiasaan anak di rumah. Jadi cara mendidik anak kami lakukan melalui kolaborasi dengan orang tua.

Di Az Zahra, bagaimana penerapan model pembelajaran yang dilakukan, khususnya untuk matematika?

Memang tidak setiap anak suka matematika. Namun tugas kami adalah terus menumbuhkan motivasi belajar hingga menjadi kebiasaan dan hobi.

Kami melakukan identifikasi atau screening sejak awal untuk memahami hobi dan kesukaan anak dari situlah pintu masuk kami untuk memberikan perhatian khusus.

Kami juga mengadakan les bagi pelajar, yang disebut ekstrasekolah. Tidak hanya bagi yang kurang pintar, tetapi juga bagi yang pintar.

Kami adakan pembinaan tambahan yang disebut pembinaan siswa berprestasi, dan mereka dipersiapkan untuk olimpiade. Jadi semua anak kami upayakan memperoleh wadah yang tepat.

Yang tak kalah penting adalah pendidikan karakter dan mental. Banyak anak yang pintar tetapi tidak memiliki keberanian, gugup, dan sebagainya, ini juga menjadi fokus kami.

Kemudian penguatan akhlak, jadi ilmu, adab, dan karakter harus tumbuh bersama, dengan dukungan orang tua, guru yang berkualitas, dan lingkungan yang baik. Orang tua menjadi mitra kami.

Kami sangat terharu ketika orang tua memercayakan anaknya kepada kami dan mau berkolaborasi untuk tumbuh kembang anak.

Apa harapannya?

Az Zahra terakreditasi 98 dari 100 se-Indonesia. Mudah-mudahan skor PISA bisa berada di Az Zahra ke depan, insya Allah. 

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved