Berita Lampung

27 WNA Terlibat Penipuan Online, Akademisi FH Unila Pertanyakan Pengawasan APH di Lampung

Pengamat mempertanyakan kinerja dan pengawasan APH di Lampung pasca diamankannya 27 WNA asal China, yang diduga terlibat kasus penipuan online

|
Penulis: Bayu Saputra | Editor: soni yuntavia
Tribun Lampung/Bayu Saputra
PENGAWASAN APH - Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Rinaldy Amrullah, Selasa (28/10/2025). Dia mempertanyakan kinerja dan pengawasan Aparat Penegak Hukum (APH) di Lampung pasca diamankannya 27 warga negara asing (WNA) asal China yang diduga terlibat kasus penipuan online di Kota Bandar Lampung. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Rinaldy Amrullah, mempertanyakan kinerja dan pengawasan Aparat Penegak Hukum (APH) di Lampung pasca diamankannya 27 warga negara asing (WNA) asal China, yang diduga terlibat kasus penipuan online di Kota Bandar Lampung.

Dosen hukum pidana FH Unila tersebut menilai, seharusnya aparat terkait seperti Imigrasi dan Polda Lampung memiliki sistem pengawasan yang ketat terhadap keberadaan warga asing di wilayahnya.

“Semua ini harus dipersoalkan tentang pengawasan, baik dari pihak Imigrasi maupun Polda Lampung,” ujar Rinaldy Amrullah saat dihubungi Tribun Lampung, Senin (10/11/2025).

Menurutnya, Imigrasi memiliki catatan lengkap terhadap setiap orang asing yang masuk ke Indonesia, termasuk tujuan kedatangan dan lokasi mereka bermukim.

“Selain itu, pengawasan orang asing di Polda Lampung seharusnya memiliki data yang bersumber dari Imigrasi,” tambahnya.

Rinaldy menegaskan, perlu ditelusuri apakah keberadaan para WNA tersebut sudah melebihi batas waktu izin tinggal dan apakah visa mereka sesuai dengan kegiatan yang dilakukan.

“Kalau lebih, maka seharusnya dilakukan ekstradisi,” ujarnya.

Terkait alasan Lampung menjadi lokasi aktivitas para pelaku, Rinaldy menyebut faktor kemudahan akses, dukungan infrastruktur teknologi, dan lemahnya pengawasan sebagai kemungkinan penyebab.

“Selama masih mudah melakukan modus kejahatan seperti ini, mereka akan menempati wilayah tersebut,” ucapnya.

Ia juga menyoroti kemungkinan adanya bekingan dari oknum aparat.

“Kalau dilihat negatif, bisa saja ada bekingan APH. Semua itu masuk dalam ruang lingkup pengawasan mereka, jadi kenapa bisa lolos?” katanya.

Rinaldy menjelaskan, meskipun para korban penipuan bukan warga negara Indonesia, hal itu tetap berpotensi mengganggu kepentingan negara.

“Penipuan online ini korbannya bukan orang Indonesia, jadi seolah-olah tidak ada gangguan terhadap kepentingan nasional,” jelasnya.

Menurutnya, secara hukum, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 28 dan Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena termasuk tindak pidana dengan ancaman di atas lima tahun penjara.

“Terkait deportasi, itu hanya berlaku bagi pelaku tindak pidana ringan. Kalau tidak ringan, harus dihukum dulu di Indonesia,” tegasnya.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved