Berita Lampung

Pengembangan Terminal Betan Subing Lampung Tengah Butuh Rp 600 Miliar

Jonter menuturkan, area lahan Terminal Betan Subing yang dikelola pihaknya terbilang cukup luas, yakni sekitar 4 hektare. 

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
PENGEMBANGAN BETAN SUBING - Kepala BPTD Kelas II Lampung Jonter Sitohang mengungkapkan, rencana pengembangan Terminal Betan Subing membutuhkan anggaran Rp 600 miliar. 

Tribunlampung.co,id, Bandar Lampung - Pengembangan Terminal Tipe A Betan Subing di Lampung Tengah melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) diprediksi membutuhkan dana investasi senilai Rp 600 miliar.

Kepala BPTD Kelas II Lampung Jonter Sitohang mengatakan, nilai tersebut berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pada tahun 2023 lalu.

Menurut Jonter, dana Rp 600 miliar tersebut merupakan estimasi biaya untuk mengubah terminal yang kurang terpakai menjadi simpul transportasi dan juga kawasan ekonomi komersial. 

Jonter menuturkan, area lahan Terminal Betan Subing yang dikelola pihaknya terbilang cukup luas, yakni sekitar 4 hektare. 

Luasan lahan ini dinilai ideal untuk mengakomodasi integrasi fungsi transportasi dan bisnis.

"Kalau dari kajian dari Ditjen HubDat tahun 2023, nilainya kalau tidak salah sekitar Rp 600 miliar, untuk area lahan di Betan Subing itu luasnya sekitar 4 hektare," kata Jonter, Selasa (18/11/2025).

Menurut Jonter, hasil kajian tersebut ditujukan untuk pengembangan berbagai fasilitas, seperti rest area, pusat perbelanjaan, kawasan wisata dan hiburan, serta terintegrasi dengan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). 

"Lokasi terminal Betan Subing yang berdekatan dengan Tol Trans Sumatera sangat potensial dan strategis bagi pihak ketiga atau badan usaha," tambah Jonter.

Meskipun kementerian sudah memiliki studi dan kajian, Jonter menuturkan calon investor dipersilakan untuk mengembangkan skema bisnis mereka sendiri.

"Kami mendorong pihak ketiga mengembangkan Betan Subing sesuai keinginan mereka, yang ingin fungsi terminal tipe A tetap berjalan," tegas Jonter. 

Dengan begitu, lanjut Jonter, fungsi layanan publik transportasi tetap menjadi prioritas sambil memaksimalkan potensi komersialnya.

Jonter melanjutkan, penerapan skema KPBU sendiri dilakukan karena adanya keterbatasan anggaran negara. 

"Skema KPBU ini memang sudah ada sejak sebelum era efisiensi. Saat itu Menteri Keuangan mendorong pembangunan infrastruktur berbiaya besar menggunakan skema non-APBN," ucapnya.

Jonter berharap agar sektor swasta dapat bermitra dengan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur transportasi yang modern, berdaya saing, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

"Sekarang memang mulai ada yang berminat, tapi ini ada tahapannya. Kita sudah ada kajian, tapi kalau mereka punya kajian sendiri ya silakan," tutur dia. 

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved