Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Debat soal Uang Fee Proyek, JPU KPK Konfrontir Kepala BPKAD dan Eks Kadisdag Lampura
Kedua saksi yang saling berdebat tersebut adalah mantan Kadis Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri dan Kepala BPKAD Lampura Desyadi.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
Setelah dua minggu, Candra mengaku mendapat telfon dari Syahbudin yang mana menanyakan jatah setoran fee.
"Dia bilang baik mana jatah saya, saya bilang tunggu pak bayar dulu hutang tahun 2017 dan 2018. Tapi pak Kadis bilang jangaan dulu, ini sudah ditunggu soalnya, bayangan saya itu bos atau atasan Syahbudin yang nunggu," jelas Candra.
Candra pun mengaku jika Syahbudin meminta fee sebesar Rp 500 juta dalam pencairan pertama kali tersebut.
"Minta Rp 500, karena sudah pernah saya kasih Rp 100 ditahun 2018, maka saya pikir saya berikan uang Rp 350 juta dulu terus di bilang ini kurang Rp 150 juta," serunya.
Candra pun menuturkan jika hak Syahbudin sebesar Rp 750 juta.
"Saya banyak hutang karena pekerjaan, dan uang Rp 350 juta itu uang yang tersisa pada pembayaran untuk pekerjaan tahun 2017 dan 2018 pembayarannya," tandasnya.
Pekerjaan Bagus
Berawal dari pekerjaan yang bagus, Candra Safari diberi kepercayaan mengerjakan paket proyek Lampung Utara.
Hal ini terungkap saat terdakwa Candra Safari memberi keterangan dihadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri, Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.
"Awalnya tahun 2016, saya ikut pekerjaan Hendri Yandi (Pegawai Pemkab) ada empat paket," kata Direktur CV Dipasanta Pratama.
Singkat cerita, kata Candra, saat dia melakukan pengawasan di lapangan, Kadis PUPR Syahbudin dan Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara melakukan sidak.
"Saat itu lagi gelar hotmix ditelpon pak kabid, bilang kalau kadis dan pak bup sidak, saya pas di lanpangan sehingga awal berkenalan dengan pak Kadis disitu," tuturnya.
"Lalu Pak Bup tanya ini kerjaan siapa, dijawab Hendri, mungkin tahu kerja saya bagus, lalu pas ketemu pak kabid bilang kenapa gak kerja sendiri, tapi ada komit didepannya, Saya bilang gak punya duit, kalau gitu kerja dengan saya aja, dua paket, bayar di akhir," imbuhnya.
Kemudian kata Candra, ia mendapatkan dua nomor paket proyek dan diminta menemui Pokja.
"Di Pokja saya diberi HPS," tuturnya.
Meski mendapat dua perkerjaan, Candra mengaku mengerjakan delapan paket proyek milik Kadis PUPR Syahbudin.
"Bahasanya ada 10 paket, 2 punya saya 8 paket pak Kadis, jadi biar gak ketahuan (jika Kadis punya paket pekerjaan) jadi 10 paket itu (diakui) punya saya," bebernya.
Candra pun mengaku tak mampu jika mengerjakan 10 paket proyek tersebut maka ia meminjam perusahaan lainnya.
"Kalau 10 paket proyek perusahaan saya gak mampu paling 3 paket akhirnya saya pinjam perusahan temen," tuturnya.
Setelah mendapat HPS tersebut, Candra mengaku melakukan pertemuan dengan Syahbudin disebuah rumah makan di Lampung Utara.
"Dalam pertemuan itu, ditanyai sudah ketemu pokja tidak, saya bilang sudah, dan saat itu saya nemui di Pokja Kanjeng Mery (Mery Imelda Sari) saya ketemunya di kantor ULP," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilian Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang fee proyek Lampung Utara, Senin 27 Januari 2020.
Dalam persidangan kali ini diagendakan dengan keterangan saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh dan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Pantauan Tribun, sidang pertama digelar dengan keterangan terdakwa dalam perkara Candra Safari.
Dalam keterangan saksi, JPU masih mendalami status terdakwa dalam memimpin CV dipasanta Pratama dan pola bagaimana terdakwa mendapatkan proyek di Lampung Utara.
Diantara para pengunjung saksi pun terlihat Wan Hendri Kadisdag Kabupaten Lampung Utara.
Belakangan diketahui Wan Hendri hadir dalam persidangan untuk menjadi saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)