Eks Anak Buah Donald Trump Sebut Presiden AS Berusaha Menabur Perpecahaan di Amerika Serikat

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan baru-baru ini terkait kerusuhan di AS, dengan mengatakan bahwa Amerika adalah bagian dari

Editor: Romi Rinando
REUTERS/TOM BRENNER
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berjalan melewati bangunan yang dikotori oleh graffiti demonstran di Taman Lafayette, seberang Gedung Putih setelah sebelumnya dia berada di Gereja St John. Aksi itu terjadi ketika kerusuhan dalam aksi protes terjadi, menyikapi kematian pria kulit hitam bernama George Floyd di Minneapolis pekan lalu.   

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat menjadi perhatian di negara Amerika Serikat juga dunia.

Presiden  AS Donald Trum banyak dikirik di dalam negeri dan juga disorot pemimpin negara-negara dunia.

Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Jim Mattis pada Rabu (3/6/2020), pun mengkritik mantan bosnya Donald Trump, dengan sebuah pernyataan yang menuduh presiden AS itu berusaha menabur perpecahan di AS.

“Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak sedikitpun berusaha menyatukan warga Amerika, berpura-pura mencoba pun tidak,” kata Mattis dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan secara online oleh majalah The Atlantic.

“Dia malah mencoba memecah belah kita,” tambahnya.

Mattis mengkritik keputusan Trump yang menggunakan kekuatan militer untuk menindak aksi unjuk rasa yang berlangsung atas tindakan kepolisian yang menyebabkan kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd.

s
Warga berlari dengan membawa barang-barang hasil menjarah di sebuah toko pakaian saat terjadi aksi unjuk rasa atas kematianGeorge Floyd, di Long Beach, California, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. MeninggalnyaGeorge Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Apu Gomes (AFP/Apu Gomes)

Pria Bertato Peta Indonesia Ungkap Alasan Rusuh saat Ikut Demo George Floyd di AS

Pasca Keok dari Khabib, Prilaku Conor McGregor Berubah, Bijak Komentari Kematian George Floyd

Istri Polisi yang Bunuh George Floyd Ajukan Gugatan Cerai, Sedih dengan Kematian Floyd

Media Israel, Jerusalem Post, memberitakan, sejumlah negara tampak 'happy' dengan kejadian tersebut.

Pada hari Senin (1/6/2020), misalnya, media Iran banyak memberitakan sejumlah kisah yang menyoroti "keruntuhan" AS dengan mengutip sumber-sumber dari Rusia.

AS menjadi negara paling kuat di dunia setelah Uni Soviet dan negara-negara sekutunya hancur berantakan pada tahun 1989.

Namun, Rusia, China, Iran, dan Turki berusaha untuk bekerja sama lebih erat dan sering duduk di forum global yang tidak dihadiri AS.

Disebutkan, demi mengoordinasikan upaya melawan AS, negara-negara ini memiliki media pemerintah yang didanai dengan baik, seperti RT, TRT, Tasnim and Fars News Iran dan sejumlah media Tiongkok.

Kebijakan negara-negara ini adalah perlahan-lahan merusak AS dan menunggu saat-saat kelemahan AS untuk mendorong agenda mereka.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan baru-baru ini terkait kerusuhan di AS, dengan mengatakan bahwa Amerika adalah bagian dari "tatanan yang tidak adil" di dunia.

Mantan presiden Iran membuat komentar serupa tentang tatanan AS yang terus menurun. Ini merupakan referensi ke konsep poros perlawanan di Iran, dan kekalahan arogansi AS.

Saat ini, aksi protes di AS dan krisis Covid-19 telah menyebabkan situasi di Washington menurun dengan cepat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved