Berita Lampung

Kasus Mafia Pupuk di Pringsewu: Jaksa Minta Keterangan Pusri dan Petrokimia, Periksa 2 Produsen

Kejari Pringsewu meminta keterangan kepada pihak Pusri dan Petrokimia terkait kasus mafia pupuk di Pringsewu. Jaksa juga memeriksa dua distributor.

Editor: Yoso Muliawan
Tribunlampung.co.id/Riana Mita Ristanti
Mafia Pupuk di Pringsewu - Tim Kejari Pringsewu menyita dokumen dari dua gudang pupuk subsidi di Gading Rejo, beberapa waktu lalu. Penyitaan dokumen ini bagian dari upaya mengusut kasus mafia pupuk di Pringsewu. Kejari Pringsewu juga telah memeriksa sejumlah saksi mulai dari pihak kios, distributor, hingga produsen pupuk. 

"Dari lokasi di Tanjung Bintang, kami mengamankan 160 karung pupuk PT Agra Fitilizer Grup," kata AKBP Edwin.

Dampak dari pupuk oplosan ilegal tersebut adalah tanah menjadi keras.

"Ketika unsur senyawa pupuk ini tidak sesuai, maka akan berdampak pada tanah. Kandungannya kan sudah jelas ya, batu bata, kapur, kemudian garam, cat warna," papar AKBP Edwin.

AKBP Edwin menambahkan peredaran pupuk ilegal di Lampung Selatan ini bisa berdampak bagi para petani.

"Kalau pupuk tidak sesuai standar pupuk aslinya, maka akan berdampak pada petani. Hasil panennya tidak baik, kemudian akan berdampak panjang," ujar AKBP Edwin.

Para pelaku kasus pupuk ilegal ini mendapat keuntungan hingga miliaran rupiah dari penjualan pupuk ilegal.

"Kalau ditanya berapa sih keuntungan, bisa dihitung sendiri. Normalnya harga pupuk Rp 160 ribu per sak, tapi mereka jual Rp 120 ribu per sak," ujar AKBP Edwin.

AKBP Edwin menambahkan ada juga pupuk ilegal yang dijual oleh para pelaku seharga Rp 160 ribu per sak.

Pengakuan Pelaku

Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan mengaku diupah Rp 120 ribu setiap satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat.

Dua tersangka itu memberi pengakuan saat dihadirkan dalam ekspose kasus pupuk ilegal di Mapolres Lampung Selatan.

Dua tersangka kasus pupuk ilegal di Lampung Selatan tersebut adalah FR (24), warga Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, dan AC (44), warga Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

AC mengaku hanya sebagai pekerja dalam kasus pembuatan pupuk ilegal ini.

AC menyebut ada orang di balik produksi pupuk ilegal tersebut.

"Kami cuma pekerja. Ada bos kami yang mengatur semuanya, mulai dari harga sampai barang dipasarkan ke mana," kata AC.

AC mengaku sudah empat bulan bekerja sebagai pembuat pupuk ilegal.

Per satu kilogram pupuk ilegal yang dibuat, AC mengaku mendapat upah sebesar Rp 120 ribu.

Adapun pemberi upah, ungkap AC, adalah seseorang yang disebutnya sebagai bos.

Seseorang itu memiliki pabrik besar di Gotong Royong, Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.

Dalam sehari, AC mengaku bisa membuat 2-3 ton pupuk ilegal bersama sejumlah rekannya.

"Biasanya yang mengerjakan, 3-5 orang," ujar AC.

AC menjelaskan lokasi yang dijadikan tempat pembuatan pupuk ilegal di Lampung Selatan hanyalah gudang pengepulannya.

"Pabrik besarnya ada di Gotong Royong, Gunung Sugih (Lampung Tengah)," kata AC.

Kejar Bos Besar

Kapolres Lampung Selatan AKBP Edwin memastikan tim telah mengantongi identitas pemilik pabrik besar pupuk oplosan yang ada di Lampung Tengah.

"Inisialnya A. Nanti kami buatkan DPO-nya (daftar pencarian orang)," ujar AKBP Edwin.

AKBP Edwin mengungkapkan pemilik pabrik besar pupuk ilegal tersebut sudah pernah 'bermain', bahkan pernah masuk bui terkait kasus serupa.

"Kami berharap kepada masyarakat yang mengetahui keberadaan pelaku agar melapor ke Polres Lampung Selatan," kata AKBP Edwin. ( Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved