Berita Lampung

Kisah Inspiratif Subakir Tak Patah Arang, Meski Separuh Badan Hilang

seorang pria di Gunung Sugih Lampung Tengah terlihat bersemangat mengutak-atik anyaman bambu. Separuh badannya diamputasi.

Penulis: Fajar Ihwani Sidiq | Editor: Indra Simanjuntak
Tribunlampung.co.id/Fajar Ihwani Sidiq
Subakir merakit anyaman bambu meski dengan keterbatasan. Separuh badanya diamputasi akibat kecelakaan jatuh dari pohon. Selama 30 tahun, pria 54 tahun asal Lampung Tengah bertahan hidup dengan membuat kerajinan bambu dari atas ranjang. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Tengah - Di tengah kemarau dan cuaca panas yang berkepanjangan di sebagian besar wilayah Lampung, seorang pria di Gunung Sugih terlihat bersemangat mengutak-atik anyaman bambu.

Hanya dari atas tempat tidurnya, ia tampat begitu fasih merakit anyaman bambu.

Baca juga: Hobi Maling Motor, Pemuda Lampung Timur Ditangkap Selepas Petik Honda Beat di Sukarame

Baca juga: Breaking News Pasar Poncowarno Lampung Tengah Kebakaran, Kerugian Tembus Rp 1 Miliar

Sosok itu adalah Subakir, warga Kampung Komering Putih, Gunung Sugih, Lampung Tengah.

Sudah 30 tahun ia terbaring di ranjang karena separuh badan diamputasi akibat jatuh dari pohon.

Pria 54 tahun itu menceritakan, sebelumnya ia bekerja buruh panen singkong.

Lalu, tahun 1993, bahagia Subakir hilang dalam sekejap mata.

Hari-hari setelah tragedi itu menjadi perjuangan panjang bagi Subakir.

Separuh badannya diamputasi.

Sang istri bahkan pergi meninggalkannya, saat kedua kaki mesti diambil demi menyelamatkan hidupnya kala itu.

Ia mengalami kecelakaan kerja jatuh dari pohon yang membuatnya harus merelakan separuh badan hilang.

Sejak kecelakaan, Subakir hanya menghabiskan waktu di atas tempat tidurnya.

"Separuh badan saya diamputasi, sejak saat itu saya hanya bisa terbaring di kamar hingga saat ini," tuturnya.

Namun, ia tak patah arang.

Di tengah keterbatasan, Subakir mulai berkarya dengan membuat anyaman bambu untuk dijual.

Meski awal membuat sangat sulit karena dari atas kasur.

Tapi ia terus mengasah dan memanfaatkan keterampilannya itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Selama 30 tahun ini ia menghasilkan uang dengan membuat kerajinan bambu dari atas ranjang.

Anyaman bambu yang dihasilkan subakir di antaranya Rinjing (besar) dan Tenggok (kecil), Tumbu atau Tompo, Kalo, Besek, Tampah, Cikrak, hingga Kurungan Ayam.

"Meskipun hanya dapat Rp 10 ribu sehari, yang penting hasil jerih payah saya sendiri,"

"Saya tidak mau merepotkan keluarga," katanya.

Dalam sehari, Subakir mampu menyelesaikan dua buah anyaman bambu.

Untuk mendapatkan bambu, dirinya mendapat bantuan dari tetangga dan membelinya dengan harga Rp 2 ribu per batang.

Adapun harga jual kerajian Subakir mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 60 ribu, tergangung dari ukuran dan tingkat kerumitan anyaman.

Hasil kerajinan biasanya dijajakan oleh Ibunya yang dikabarkan sudah berusia 105 tahun.

Namun, dengan kondisi ibunya yang kini sedang sakit, penjualan hasil kerajinannya hanya mengandalkan tetangga.

Tetangga bisa membeli langsung di rumah atau membantu mengantarkan pesanan.

"Dari hasil kerja anyaman bambu, saya bisa dapatkan uang paling banyak sekitar Rp 300 ribu per bulan," ungkapnya.

Ia mengaku, selama masih bisa menghasilkan uang dari jerih payahnya sendiri, dirinya enggan mengandalkan belas kasih orang lain.

Meskipun, tak sedikit orang yang bersimpati dan memberikan santunan.

Namun Subakir tak mau bertumpu pada pemberian orang lain.

Subakir tinggal bersama sang ibu dan ditemani cucu laki-lakinya yang berusia 15 tahun.

"Setelah saya diamputasi, istri pergi meninggalkan saya"

"Tapi tiga bulan terakhir, cucu tinggal dengan saya sampai sekarang," katanya.

Sang cucu bahkan rela putus sekolah dan bekerja sebagai kernet mobil muatan pasir untuk membantu perekonomian keluarga.

Hal itu dilakukan atas kemauan sang anak, tanpa dipaksa oleh orang tua.

Namun, Subakir mengharapkan cucunya tetap sekolah.

Karena dengan pendidikan yang baik, dapat membawa sang cucu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

"Saya harap begitu," imbuhnya.

Kisah Subakir mengajarkan kita jika duka bukanlah suatu keabadian.

Sang pemenang bukanlah mereka yang naik podium, tetapi yang banyak memberi inspirasi.

Pria 54 tahun ini menjadi contoh untuk tak patah arang meski dilanda keterpurukan.

Temukan kisah-kisah inspiratif lainnya di Tribunlampung.co.id.

(Tribunlampung.co.id/Fajar Ihwani Sidiq)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved