Berita Terkini Nasional

Kapolres Bejat yang Sebar Video Asusila dengan 3 Bocah Kini Resmi Jadi Tersangka

Kapolres bejat yang cabuli 3 anak di bawah umur dan videonya disebar ke situs dewasa Australia kini resmi ditetapkan sebagai tersangka asusila.

Tribunnews.com/ Reynas Abdila
KASUS ASUSILA: Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba di Mabes Polri, Kamis (13/3/2025). Pada pekan depan Senin (17/3/2025), terduga pelanggar bakal menjalani sidang etik. 

"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab,” imbuhnya.

Ia mengingatkan bahwa kekerasan asusila terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum biasa.

Untuk itu, dia berharap ketegasan penegakan hukum dan keberpihakan terhadap korban harus benar-benar menjadi komitmen bersama.

“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” kata Selly.

“Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan asusila dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat,” sambungnya.

Selly juga mendorong agar pengungkapan kasus Kapolres Ngada ini menjadi momentum pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.

“Demi memastikan setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan,” pungkasnya.

Kapolres Ngada diduga cabuli tiga anak di bawah umur dan unggah video di situs dewasa Australia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai ada unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus dugaan kekerasan asusila yang menjerat Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, berkata hal itu merujuk pada tindakan terduga pelaku mengunggah video kekerasan asusila anak itu ke situs dewasa di Australia.

"Dalam kasus ini, ada unsur eksploitasi asusila dan ekonomi demi mendapatkan sejumlah uang. Kenapa pelaku memilih Australia? Kemungkinan konversi dolar ke rupiah besar. Jadi harus digali betul oleh polisi," ucap Ai Maryati kepada wartawan, Selasa (11/03).

Pengamat kepolisian dari Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Riyadi, juga bilang Polri harus menggunakan video tersebut sebagai bukti permulaan untuk melakukan investigasi lebih jauh.

Jika ada unsur perbuatan pidana dan pelanggaran hak anak, maka Polri harus membawa ke proses hukum pidana dan menggelar sidang etik.

Berawal dari laporan pihak berwajib Australia

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe, mengatakan kasus kekerasan asusila yang diduga dilakukan oleh Kapolres Ngada, Ajun Komisaris Besar Fajar Widyadharma Lukman berawal dari laporan pihak berwajib Australia.

Laporan tersebut terkait temuan mereka soal adanya video kekerasan asusila di situs dewasa negara itu yang ketika ditelusuri diunggah dari Kota Kupang.

Selanjutnya, pihak Australia melaporkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang kemudian menginformasikan hal ini ke Polda NTT dan Mabes Polri.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Propam Polda NTT lantas melakukan penyelidikan dan menangkap terduga pelaku pada 20 Februari 2025 di sebuah hotel di Kota Kupang.

"Ada delapan video dan kejadiannya dari pertengahan tahun lalu," ujar Imelda, Senin (10/3/2025).

Imelda memaparkan sejauh ini ada tiga korban yang teridentifikasi masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun.

Dari ketiganya, satu korban berusia 12 tahun sudah dalam pendampingan dinas.

"Saat penanganan awal, korban trauma. Tapi kami sudah bekerja sama dengan psikolog dan dinas sosial. Sekarang sudah masuk hari ke-20 kondisi korban sudah mulai pulih."

"Tapi awal-awal itu trauma sekali dan takut ketemu dengan orang lain."

Sementara untuk korban berusia 3 tahun, proses penangannya dilakukan di rumah melalui pendampingan orang tua yang bersangkutan.

"Namun korban satu lagi [berumur 14 tahun] sementara belum diketahui keberadaannya."

"Para korban juga sementara ini sudah didampingi untuk pengambilan keterangan dari Mabes Polri."

Seperti apa modusnya?

Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga pelaku diduga menyuruh orang lain untuk mengontak korban lewat aplikasi pesan instan gratis yang biasa digunakan untuk mencari teman baru.

Korban pertama diduga berusia 14 tahun itu. Ia dibujuk oleh terduga pelaku dengan mengajaknya makan di restoran sebuah hotel dan setelahnya dibawa ke kamar.

Di sana korban diduga kuat mengalami kekerasan asusila dan direkam. Setelahnya, korban pertama didesak oleh terduga pelaku untuk mencari anak sebaya dengannya yakni korban kedua.

Kepala Bidang Humas Kepolisian NTT, Henry Novika Chandra, berkata kasus ini kini ditangani Mabes Polri. Terduga pelaku sedang menjalani pemeriksaan dan sudah berstatus non-aktif.

Dalam pemeriksaan diketahui, terduga pelaku dinyatakan positif penggunaan narkoba.

Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho menuturkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji bakal menindak tegas Kapolres Ngada yang diduga terlibat dalam perkara narkotika dan asusila.

"Anggota yang terbukti bermasalah, apapun pangkatnya, akan ditindak. Itu komitmen Pak Kapolri," kata Sandi saat ditemui awak media di Auditorium Mutiara STIK Polri, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Terpisah, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengaku terkejut dan tak menyangka atas apa yang dilakukan terduga pelaku Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

Sebab seorang kepala kepolisian di suatu daerah semestinya menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan pelaku kejahatan.

"Ini fakta yang mengerikan, harusnya polisi memberikan perlindungan malah menjadi pelaku. Mau bagaimana ke depannya anak-anak kita?" ungkap Ai Maryati.

Terkait kasus ini, Ai mendesak Polri agar tak berhenti pada kasus kekerasan asusilanya saja. Tapi mengembangkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dalam perkara-perkara demikian, jelasnya, para pelaku tidak hanya melakukan eksploitasi secara asusila namun juga ekonomi di antaranya dengan menjual video bermuatan asusila ke situs dewasa demi mendapatkan keuntungan.

"Ini bentuk kejahatan lainnya. Jadi eksploitasi asusila dan ekonomi untuk menghasilkan sejumlah uang. Kenapa pelaku memilih Australia? Kemungkinan karena konversi dolar ke rupiah besar."

"Atau kalau di Indonesia, mudah ketahuan. Sehingga harus digali betul oleh polisi."

Tapi lebih dari itu, Ai mewanti-wanti Polri agar tidak menutup-nutupi kasus ini dan mengungkap secara transparan lantaran terduga pelakunya merupakan petinggi kepolisian.

Kalau ditemukan keterlibatan pihak atau anggota kepolisian lain, jangan dibiarkan.

"Jangan-jangan selama ini [kasusnya] diketahui tapi dibiarkan karena ini bos... karena kapolres itu tokoh berpengaruh di suatu daerah. Saya menemukan sosok kapolres itu kayak raja kecil."

Ia juga berharap agar korban betul-betul mendapatkan rehabilitasi mental dan fisik. Bahkan, kalau perlu diberikan hak restitusi.

Ini karena kerugian yang diderita para korban anak sangat besar dampaknya.

"Siapa yang menghitung kerugian anak? Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan yang harus membayar adalah pelaku."

"Dan yang terpenting, kekerasan asusila tidak ada pencabutan laporan, bahkan upaya kekeluargaan, tidak ada."

 

( Tribunlampung.co.id / Tribunnews.com )

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved