Berita Lampung

Nelayan Kecil di Lampung Tengah Terdesak Regulasi Internasional Ekspor Rajungan

Nelayan kecil di Pesisir Timur Lampung terdesak tantangan regulasi internasional ekspor komoditas rajungan.

Penulis: Fajar Ihwani Sidiq | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Fajar Ihwani Sidiq
LARANGAN EKSPOR RAJUNGAN - Ketua Forkom Nettral Lampung Tengah Edy Alamsyah (kanan) dan Direktur Mitra Bentala Rizani Ahmad (kiri) saat menjelaskan isi kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait larangan ekspor rajungan yang ditangkap menggunakan jaring insang (gillnet), Kamis (23/10/2025).  

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG TENGAH - Nelayan kecil di Pesisir Timur Lampung terdesak tantangan regulasi internasional terkait ekspor komoditas rajungan.

Isu yang disoroti adalah kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait larangan ekspor rajungan yang ditangkap menggunakan jaring insang (gillnet), hal tersebut juga berdampak pada nelayan di Kabupaten Lampung Tengah.

Ketua Forkom Nettral Lampung Tengah Edy Alamsyah mengatakan, nelayan kecil pesisir timur Lampung kini menghadapi tekanan besar akibat regulasi baru dari Amerika Serikat, pasar utama ekspor rajungan Indonesia. 

Edy dan Forum Komunikasi Nelayan Tradisional Provinsi Lampung (Forkom Nettral) pun pada Senin (20/10/2025) kemarin telah menggelar audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Tengah.

Dia menjelaskan, regulasi tersebut melarang rajungan hasil tangkapan dengan jaring, dan hanya menerima rajungan yang ditangkap menggunakan alat tangkap bubu.

"Jika kebijakan ini diterapkan, dapat mengancam mata pencaharian nelayan yang bergantung pada rajungan yang ditangkap dengan alat tersebut," terangnya, Kamis (23/10/2025).

Pasalnya, lanjut dia, keterbatasan modal, serta gagap teknologi (gaptek) membuat mereka sulit beralih ke bubu yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Imbasnya nelayan kecil berpotensi kehilangan pasar dan pendapatan.

“Padahal mayoritas nelayan kita menggunakan alat tangkap tersebut. Jika kebijakan ini diterapkan, jelas akan mengguncang ekonomi keluarga nelayan,” ujar Edy.

Dia berharap ada upaya bersama dari pemerintah untuk memfasilitasi transisi penggunaan alat tangkap, memberikan bantuan sarana-prasarana yang sesuai standar ekspor, serta mendampingi nelayan agar tetap dapat bersaing di pasar global. 

Dalam pertemuan bersama DPRD Lampung Tengah itu, nelayan juga menyampaikan sejumlah persoalan di lapangan, dan perwakilan nelayan menyerahkan lembar tuntutan dan rekomendasi kepada Komisi II DPRD Lampung Tengah untuk ditindaklanjuti.

Mulai dari keterbatasan sarana penangkapan ramah lingkungan, pencemaran sungai, fluktuasi harga hasil tangkapan, hingga minimnya akses terhadap fasilitas pascapanen dan dukungan kebijakan.

Fitri selaku perwakilan Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar) Lampung Tengah dia menginginkan adanya dukungan untuk peningkatan ekonomi keluarga nelayan perempuan.

Ia mengatakan bahwa kaum perempuan istri nelayan butuh pendampingan teknis supaya pendapatan mereka tidak terputus karena tersandung teknologi dan regulasi.

"Kami sebagai nelayan kecil Poklahsar perlu adanya pendampingan supaya mengerti perizinan usaha yang benar, legalitas seperti apa yang dibutuhkan dan memperoleh informasi program pemerintah yang dapat di akses oleh nelayan," terangnya.

“Kami berharap ada dukungan terkait perizinan, distribusi hasil produksi, serta peningkatan kapasitas pengolahan,” ucapnya.

Sementara, Direktur Mitra Bentala Rizani Ahmad yang mendampingi Firkom Nettral audiensi dalam audiensi mengatakan bahwa besar harapan agar DPRD Lampung Tengah memberikan atensi terkait isu tersebut.

Kepada DPRD Lampung Tengah, khususnya Komisi II, Rizani menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

“Provinsi Lampung bisa menghasilkan hingga Rp 500 miliar per tahun dari hasil perikanan rajungan. Jika ekosistem pesisir rusak, maka potensi pendapatan daerah sebesar itu bisa hilang,” kata Rizani.

Di sisi lain, Sekretaris Komisi II DPRD Lampung Tengah Agus Supriyono mengatakan, bahwa ia menghargai upaya dan langkah Forkom Nettral dan para nelayan untuk melakukan komunikasi terbuka dengan DPRD.

Dia menilai, DPRD Lampung Tengah berjanji akan memperkuat komunikasi antara masyarakat pesisir serta pemerintah daerah.

“Kami sangat terbuka menerima aspirasi teman-teman nelayan. Melalui Forkom Nettral, kami berharap kesejahteraan nelayan dapat meningkat," katanya.

"Terkait isu larangan ekspor rajungan ke AS, hal ini akan kami tindak lanjuti kepada kementerian terkait,” ujar Agus.

Diketahui audiensi tersebut menjadi bagian dari upaya Forkom Nettral membangun sinergi antar pemangku kepentingan di wilayah pesisir timur Lampung. 

Forkom Nettral sendiri merupakan wadah komunikasi yang menaungi nelayan tradisional di wilayah pesisir timur Lampung, termasuk Kabupaten Lampung Tengah

Forum ini dibentuk untuk memperjuangkan aspirasi nelayan, meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya laut, dan menjaga keberlanjutan ekosistem perikanan, khususnya rajungan.

Audiensi yang berlangsung di Kantor DPRD Lampung Tengah ini dihadiri sekitar 20 peserta, terdiri dari perwakilan nelayan, Kelompok Usaha Bersama (KUB), Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar), pengurus Forkom Nettral Kabupaten dan Provinsi, serta tim pendamping dari Mitra Bentala.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Fajar Ihwani Sidiq) 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved