Liputan Khusus Tribun Lampung
Pasien Cuci Darah Melonjak 16 Ribu Kasus di Lampung
Tak tanggung-tanggung, pengobatan untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal itu, melonjak hingga 16 ribu kasus dalam kurun waktu satu tahun.
Penulis: Romi Rinando | Editor: Ridwan Hardiansyah
Biasanya, Nasir menghabiskan waktu selama dua bulan di Bandar Lampung. Lalu, ia pulang ke Way Kanan selama tiga hari.
"Misalnya, saya kangen cucu, saya pulang ke Baradatu," tutur Nasir, beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan, biaya cuci darah memang telah ditanggung BPJS.
Meski begitu, ia masih harus merogoh kocek pribadinya hingga Rp 50 juta, sebagai biaya lain-lain selama menjalani pengobatan itu.
"Saya pakai BPJS untuk biaya cuci darah. Tetapi untuk hal lain, seperti transportasi dari Way Kanan, sewa tempat tinggal di Bandar Lampung, makan, dan kebutuhan lain selama di Bandar Lampung, saya pakai uang sendiri," ungkap Nasir.
Menurut Nasir, ia harus melakukan cuci darah di Bandar Lampung karena di daerah tempat tinggalnya, di Way Kanan, tidak ada rumah sakit yang memiliki alat cuci darah.
Agar bisa rutin melakukan cuci darah dua kali seminggu, Nasir memutuskan untuk menyewa rumah seharga Rp 400 ribu sebulan, di dekat RSUAM.
"Saya sewa rumah karena tak punya kerabat juga di Bandar Lampung. Setahun (melakukan cuci darah) itu, sudah menghabiskan Rp 50 juta," ungkap pria yang pernah bekerja sebagai penghulu tersebut. (rri/val)