Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Digelar via Video Conference, JPU Hadirkan 7 Saksi

Antisipasi penyebaran Virus Corona (Covid-19), PN Tanjungkarang menggelar sidang suap fee proyek Lampung Utara secara daring.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hanif
Tim teknisi PN Tanjungkarang masih mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk digelarnya persidangan dengan video conference. BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Digelar via Video Conference, JPU Hadirkan 7 Saksi 

Fria pun menuturkan untuk tahun 2016 ia juga bertugas mengumpulkan fee dari rekanan sebesar Rp 1 miliar, dan sisanya melalui Taufik Hidayat, Akbar Tandi Irian, dan Syahbudin.

"Tahun 2016 Ada dicatatan semua, total pagu Rp 336 miliar, total fee Rp 67 miliar," kata Fria.

Fria pun mengaku uang-uang tersebut setelah dikumpulkan kemudian disetorkan ke Syahbudin.

"Saya catat di buku agenda saya untuk mengingat saat plotingan agar tidak kelewat, ada dua buku agenda, dari tahun 2015 sampai 2017. Dan ada paraf setiap penerimaan dan penyerahan. Kalau itu fee hanya itungan pagu," terang Fria.

Untuk tahun 2017, Fria sendiri mengaku ada total pagu proyek sebesar Rp 407 dengan total fee Rp 81 miliar.

"Dan saya hanya terima dari rekanan sebesar Rp 7,61 miliar," kata Fria.

"Terus selain kamu yang mengumpulkan siapa saja?" tanya JPU KPK Taufiq.

"Seingat saya, Erzal sebesar Rp 4,9 miliar, Mangku Alam Rp 7,8 miliar, Helmi Jaya Rp 4,7 miliar, Syahbudin 6,3 milar, Karnadni Rp 784 juta, Susilo Dwiko Rp 540 juta, Franstori Rp 34 juta, Gunaido Rp 200 juta, Amrul Rp 106 juta, Ansabak Rp 900 juta, Ika (orang dinas PUPR) Rp 70 juta, Sairul Haniba Rp 40 juta, Yulias Dwiantoro Rp 569,5 juta," sebutnya.

Fria pun mengaku selain pengambilan fee proyek tersebut ia juga mengambil fee sebesar Rp 1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018.

"Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola syahbudi," sebut Fria.

Fria menambahkan tahun 2018 ia tak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori.

"Kalau 2019, total nilai 88 miliar, fee Rp 11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulan hanya Rp 238 juta," tandasnya.

Potongan Pencairan

Sempat tak ada anggaran, Fria ngaku ada permintaan fee tiap pencarian anggaran proyek.

Hal ini diungkapkan oleh Fria Apris Pratama bendahara dan keuangan Dinas PUPR dari tahun 2015 hingga 2017 di persidangan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

"Apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran?" tanya JPU Taufiq Ibnugroho.

"Ada, Desyadi (Kepala BPKAD) meminta 5 persen," ujar Fria.

Fria mengaku uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung Ilmu Mangkunegara.

"Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor," terang Fria.

Fria pun menjelaskan pada tahun 2016 ia menyetorkan fee Rp 500 juta dan 2017 sebesar Rp 700 juta.

"Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved