Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Eks Kadis PUPR Lampura Tagih Uang Jengkol ke Bupati Nonaktif, Agung: Bukan Saya yang Minta

"Saat itu kami tanda tangan SPJ uang saku, dan saat itu saya diminta belikan jengkol, apa itu perintah bapak?" sahut Syahbudin.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
Tribunlampung.co.id/Deni Saputra
Ilustrasi Mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (13/1/2020). Eks Kadis PUPR Lampura Tagih Uang Jengkol ke Bupati Nonaktif, Agung: Bukan Saya yang Minta. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sesali kekhilafannya menerima uang dari mantan Kadis PUPR Lampung Utara, Syahbudin melalui Raden Syahril alias Ami, Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara mau jadi Duta KPK.

Hal ini diungkapkannya disela-sela persidangan teleconfrance suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu 27 Mei 2020.

"Apakah saudara menyesal?" tanya Penasihat Hukum Terdakwa Raden Syahril alias Ami, Sukriadi Siregar.

"Saya menyesal, saya berjanji tidak akan mengulangi kembali," jawab Agung.

Pada kesempatan ini, Agung juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada JPU KPK yang telah memberikan haknya selama persidangan.

 9 Rumah di Tanggamus Rusak Berat Akibat Ombak Air Laut dan Banjir Rob, 6 Keluarga Mengungsi

 BREAKING NEWS Bupati Nonaktif Lampura Dicecar Jaksa KPK soal Jabatan Syahbudin, Tim Sukses?

 BREAKING NEWS Rumah Panitera Pengadilan Negeri Tanjungkarang Dilempar Bom Molotov, Tetangga Kaget

 Banjir Rob dan Gelombang Tinggi, Nelayan di Lampung Selatan Diminta Tak Melaut dan Waspada

"Terima kasih Pak Jaksa telah memberikan hak-hak saya, saya juga siap menjadi duta KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia ini," seloroh Agung.

Sementara itu, di penghujung persidangan, terdakwa Syahbudin melontarkan pertanyaan.

"Pak Bupati, pernah mengirim saya 3 orang ke Semarang. Betul pak ya?" tanya Syahbudin.

Agung pun mengakui hal tersebut.

"Saat itu kami tanda tangan SPJ uang saku, dan saat itu saya diminta belikan jengkol, apa itu perintah bapak?" sahut Syahbudin.

"Tidak ada perintah jengkol Pak Syahbudin," kata Agung dengan tenang.

"Saya minta uang itu dikembalikan ke saya Yang Mulia. Jika Pak Agung yang meminta saya ikhlas, jika bukan, saya minta dikembalikan uangnya," seru Syahbudin.

"Bukan saya Pak Syahbudin yang minta," tanggap Agung.

Mau Menangis

Diminta kejujurannya oleh Jaksa KPK, Raden Syahril alias Ami mengaku ingin menangis.

Hal ini diungkapkan Ami saat dicecar masalah pembelian tanah di Kota Sepang seluas 4 ribu meter persegi dalam persidangan teleconfrance suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu 27 Mei 2020.

"Kami butuh kejujuran anda!" seru JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

"Jujur saja, saya semenjak jadi tersangka ini saya ketakutan, ingin menangis kalau berbohong," ungkap Ami.

Ami pun mengatakan hal tersebut setelah dicecar masalah pembelian tanah di kota Sepang dari Yusrizal Amri tahun 2015 dengan luasan lahan 4.200 meter persegi.

Dalam keterangan Ami, ia hanya diminta tolong untuk meminjamkan KTP kepada Taufik Hidayat.

"Penawaran awalnya Rp 1 juta permeter akhirnya nego Rp 750 per meter, yang menawar Taufik, uang dari Taufik, jadi Taufik yang beli tanah tapi pinjem KTP saya," beber Ami.

"Tujuannya pinjem KTP apa?" seru JPU.

"Saya gak tahu, setelah KTP dipakai lalu saya dibawa ke notaris, jujur saja sampai saat ini saya tidak tahu sertifikat itu, dan saya tidak pernah menerima apapun," sebut Ami.

Penasihat Hukum Ami, Sukriadi Siregar pun menyela dan mempersilakan JPU untuk memanggil orang dalam jual beli lahan tersebut jika meragukan kesaksian kliennya.

"Kalau JPU meragukan kesaksian klien saya, silakan didatangkan Taufik, Amri (pemilik lahan sebelumnya), Widi (makelar tanah) dan kalau bisa kita cek ke lokasi, kalau perlu ke notaris biar tahu siapa yang menerima sertifikat itu," seru Sukriadi.

Tak Tahu Ada Anggaran Ketok Palu

Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara mengaku, tak pernah mendengar adanya permintaan DPRD Lampura untuk pengesahan APBD.

Hal ini diungkapkannya dalam persidangan teleconfrance suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu 27 Mei 2020.

"Itu urusan TAPD (tim anggaran pemerintah daerah), saya tidak tahu menahu," kata Agung.

"Soal Bachtiar Basri (mantan Wagub Lampung) meminta bantuan untuk mediasi antara DPR dengan Pemkab?" kejar JPU KPK Ikhsan Fernandi.

"Saya tidak ikut, dan itu hanya tokoh-tokoh yang meminta adanya perdamaian dan hanya dihadiri oleh Sekda," jawab Agung.

"Terus foto-foto itu?" tanya JPU.

"Itu beda lagi, jauh sesudah permasalahan dengan DPR dan sesudah ketok palu, dan saat itu musrembang ada semua datang termansuk forkompimda dan kami diminta jabat tangan lalu difoto awak media," terang Agung.

JPU pun menanyakan terkait perintah adanya permintaan bantuan ke Musa Zainudin mantan anggota DPR RI agar mendapat anggaran alokasi khusus.

"Saya gak pernah memerintah, karena dana alokasi khusus diurus maupun tidak diurus pasti turun, mungkin inisiatif mereka (Syahbudin, Desyadi dan Syamsir) karena mereka TAPD, dan saya baru tahu setelah mendengar persidangan kemarin, kata Pak Syamsir yang melakukan penawaran ke Pak Musa dan saya baru tahu," jelas Agung.

Terima Uang Fee Proyek

Terdakwa Bupati nonaktif Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, akui terima uang sebesar Rp 600 juta dari mantan Kadis PUPR Lampura, Syahbudin.

Hal tersebut diungkapkannya dalam persidangan teleconfrance suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu 27 Mei 2020.

"Apakah Syahbudin pernah melaporkan adanya sisa anggaran perencananan (konsultan) kepada saudara?" tanya JPU Ikhsan Fernandi.

"Pernah beliau menghadap ke saya, menyampaikan, bahwa ada sisa anggaran konsultan Tahun 2018 sebesar Rp 1 miliar dan mau diserahkan ke saya, itu pada sekitar bulan Juni Tahun 2019," jawab Agung.

"Saya bilang, saya tidak tahu urusan itu, silahkan hubungi Ami (Raden Syahril)," imbuh Agung.

"Maksud tidak tahu urusan itu apa? Dan kenapa harus ke Ami?" cecar Ikhsan.

"Saya gak tahu urusan proyek, kenapa Ami karena dia (Syahbudin) memaksa saya untuk menerima (uang Rp 1 miliar)," tegas Agung.

Setelah kejadian itu, lanjut Agung, pada Juni 2019 ia mengaku menerima uang Rp 600 juta di rumah dinas melalui Ami.

Agung menuturkan, jika ia tidak memberi instruksi kepada Ami jika Syahbudin akan menyerahkan uang.

"Tapi saya sampaikan, jika akan ada titipan dari Syahbudin," kata Agung.

"Terus sisa dari Rp 1 miliar itu bagaimana?" sahut JPU langsung.

"Saya gak tahu dan tidak bertanya, saya kira mungkin dipakai Syahbudin, kan saya juga gak tahu," jawab Agung seketika.

Agung mengaku uang Rp 600 juta tersebut digunakannya untuk keperluan pribadinya.

"Memang itu diperbolehkan?" tanya JPU.

"Tidak boleh, saya menerima karena saya butuh uang dan saya ditawarkan, itu kesalahan saya," sesal Agung.

Kemudian, JPU menanyakan terkait uang Rp 400 juta yang ditemukan di rumah Raden Syahril merupakan bagian dari uang Rp 1 miliar penyerahan Syahbudin.

"Saya baru tahu dalam penyelidikan KPK, jika uang itu berada di rumah Ami, dan belum dilaporkan ke saya."

"Jadi saya gak tahu karena Ami gak melapor itu," tutur Agung.

"Jadi berapa kali menerima dan dari kepala dinas mana saja?" tanya JPU.

"Satu kali dari Syahbudin (Rp 600 juta) dan Wan Hendri satu kali Rp 200 juta, dan tidak ada lagi," sebut Agung.

JPU kemudian mengejar terkait keterangan Kepala BPKAD Lampura Desyadi yang membelikan mobil Marcedes G500 seharga Rp 1,6 miliar.

"Bukan membeli tapi jual beli, Tahun 2018 pernah Desyadi menjualkan mobil saya Land Cruiser dan Navara untuk dibelikan Mercedes G500 Rp 1,6 miliar," kata Agung.

"Uangnya dari mana?" sahut JPU dengan sigap.

"Rencana mau mencicil, uang Rp 600 juta (hasil penjualan dua mobil Landcruiser dan Navara) buat DP, terus lambat laun cicilan tidak ditagih lagi sama Desyadi, saya juga pura-pura lupa," jawab Agung.

"Apakah sudah memberikan arahan jika kekurangan uang minta ke Syahbudin?" sebut JPU.

"Saya gak tahu dan saya baru tahu kalau Desyadi minta uang ke Syahbudin, itu juga di KPK dan sidang," jawab Agung.

"Selain itu, mobil apa lagi yang dibelikan? kejar JPU.

"Innova dan Avanza, tapi ini uang pribadi saya, keluarga saya punya usaha seperti kosan, gedung, cucian mobil, yang mana uang diserahkan ke saya," kata Agung.

"Di sini (BAP) saudara jelaskan, saya pernah beli mobil Mercy, Land Cruiser, Harrier, apakah benar?" tanya JPU.

"Kalau Harrier itu saya lupa-lupa ingat Pak Jaksa."

"Itu uangnya kalau gak salah itu Rp750 juta ke Destiadi yang saya serahkan."

"Jadi uang yang saya kumpulkan jadi Bupati itu uang yang saya berikan," sebut Agung.

Sementara untuk mobil Land Cruiser, kata Agung, ia menyerahkan uang Rp 900 juta, dan mobil Avanza menyerahkan uang Rp 120 juta dan serta untuk Innova Rp 150 juta.

"Saya serahkan cash ke Desyadi," tandasnya.

Dicecar Jaksa KPK

Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang teleconfrance suap fee proyek Lampung Utara, Rabu 27 Mei 2020.

Persidangan kali ini diagendakan dengan kesaksian Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril alias AMI untuk terdakwa Syahbudin, sekaligus pemeriksaan keterangan terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara dan Raden Syahril alias AMI.

Pada kesempatan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi menanyakan kepada Agung Ilmu Mangkunrgara terkait menempatkan Syahbudin menjadi Kadis PUPR.

"Itu Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Syamsir. Awalnya kepala dinas mutasi, lalu daripada cari orang luar maka Syahbudin menjadi plt Kadis PUPR, kemudian dilakukan lelang jabatan di Beperjakat, beberapa kepala dinas juga kosong, setelah itu dibawa ke Provinisi, gubenur menyetujui dan selanjutnya dilantik oleh Bupati," ungkap Agung.

"Apakah Syahbudin ikut tim sukses?" sahut JPU.

"Pegawai tidak boleh ikut, saya hanya minta keluarganya mendukung saya," tegas Agung.

JPU mempertanyakan apakah Syabudin selaku pengguna anggaran di PUPR mendapat arahan khusus dari terdakwa Agung dalam mengatur lelang.

"Secara umum saja, kalau masalah pelelangan saya rasa sesuai dengan aturan, tidak ada arahan atau dipanggil secara khusus, setiap rakor memberi arahan ke semua kadis untuk efensiesi anggaran karena sedang defisit, dan hars seseuai visi misi pemerintah kabupaten," jawab Agung.

"Anda sempat sebutkan defisit, apakah ada permasalahan anggaran?" tanya JPU.

"Itu pada tahun 2017-2018, keadaan defisit sehingga tak mampu membayar para pemborong sedangkan mereka menutut," jawab Agung.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Agung mengaku mempertemukan antara pihak Dinas PUPR dan BPKAD.

"Namun Desyadi bilang semua terkendali dan segera dibayar, saya percayakan sehingga tak menanyakan lagi," tandasnya.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved