Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura
Jadi Justice Collaborator, Syahbudin Ingin Tobat dan Hilangkan Harta Haram
Syahbudin mengharapkan keringanan hukuman karena menjadi justice collaborator.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
"Saya pribadi telah mengatakan secara jujur meskipun didesak. Maka majelis hakim sebagai tumpuan saya untuk mendapat keadilan. Saya yakin majelis bisa memberi keadilan bagi saya dan anak istri saya," ungkapnya.
Raden Syahril menuturkan, hati anak dan istrinya telah hancur saat mengetahui ia ikut serta dalam tindak pidana korupsi melalui pemberitaan.
"Berkat kecekatan, ketelitian, dan kegigihan majelis hakim, saya tidak seperti dalam pemberitaan. Bahwa anak istri saya melihat fakta persidangan bahwa saya tidak seperti yang diberitakan," ucapnya.
Raden Syahril pun meminta hukuman yang seringan-ringannya.
"Saya memiliki satu orang istri dan tiga orang putri yang butuh kasih sayang. Anak saya perempuan, tentunya akan memengaruhi psikologisnya. Maka saya mohon hukuman seringan-ringannya," tandasnya.
Tak Jadi Acuan
Sopian Sitepu, penasihat hukum Agung Ilmu Mangkunegara, menyebut catatan Syahbudin tidak bisa dijadikan acuan dalam penuntutan.
Hal ini diungkapkan Sopian Sitepu saat membacakan pembelaan terdakwa Agung dalam persidangan telekonferensi perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (17/6/2020).
Sopian mengatakan, pihaknya tidak sependapat dengan tuntutan JPU serta jumlah gratifikasi yang diberikan ke Agung.
"Kami penasihat hukum Agung mengamati beberapa putusan Pengadilan Tipikor di Indonesia dan juga Pengadilan Tanjungkarang memberikan hak istimewa atau privilege kepada JPU KPK. Walaupun tuntutan itu tidak didukung oleh bukti-bukti yang berdasar dan tidak sesuai hukum pembuktian," tuturnya.
Sopian menuturkan, plotting proyek sudah berjalan sebelum Agung menjabat sebagai bupati Lampung Utara.
Menurut dia, plotting proyek dilakukan oleh oknum kepala dinas atau SKPD.
"Buku catatan Syahbudin hanya catatan tanpa ada konfirmasi ataupun pembuktian pedoman, sehingga tidak bisa menjadi acuan," beber Sopian.
Sopian menjelaskan, catatan itu tak bisa menjadi acuan lantaran tidak ada bukti nyata berupa harta atau benda yang bermuara ke Agung dan tidak dapat dikonfirmasi ke beberapa pihak.
"Kami tidak setuju dengan JPU. Karena JPU tidak bisa membuktikan objek nyata (tersebut)," sebutnya.