Tribun TV Lampung
Program Ramah Anak oleh Kabupaten dan Kota di Lampung Tak Tepat Sasaran
Program ramah anak yang dicanangkan di pemerintah kabupaten/kota di Lampung ternyata tidak tepat sasaran.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Program ramah anak yang dicanangkan di pemerintah kabupaten/kota di Lampung ternyata tak tepat sasaran.
Pasalnya masih banyak kasus tindak kekerasan terhadap anak, dan terhangat adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pendamping rumah aman di Lampung Timur.
Hal ini menjadi perbincangan pada perhelatan Tribun TV Lampung dengan tema 'Tribun Kriminal dan Hukum' yang dipandu oleh News Manager Yoso Mulyawan, Kamis 9 Juli 2020.
Dalam gelaran ini turut hadir Meda Fatmayanti Ketua Tim Lembaga Advokasi Perempuan Damar Lampung serta Kepala Divisi Ekosop LBH Bandar Lampung Sumaindra Jarwadi.
Meda Fatmayanti mengatakan, kekerasan seksual yang terjadi di Lampung bukan hal baru, bahkan terus meningkat setiap tahunnya.
"Walau beberapa kabupaten mencanangkan sebagai ramah anak tapi bukan berarti menurunkan kekerasan anak ini ditunjukkan dari laporan akhir tahun, jadi bukan fenomena baru, dan dari pemerintah belum ada tindakan nyata, hanya berupa ceremoni seperti pemebentukan kota atau desa ramah anak, realita di lapangan tidak ada," tegasnya.
• Kasus Pencabulan Marak, Kota Ramah Anak Hanya Sebatas Lips Service?
• Polda Lampung, DP3A dan LBH Lakukan Olah TKP di Rumah NF, Korban Pencabulan Paman Sendiri
• Gadis 15 Tahun di Natar Sempat Tak Sadarkan Diri Setelah Digilir 2 Pelaku Pencabulan
• Kronologi Oknum ASN DKP Lampung Ditangkap Bareng Istri Siri Seusai Pesta Sabu di Kontrakan
Sementara Sumaindra menyampaikan kasus kekerasan yang terus meningkat harus dilihat dari beberapa faktor baik dari sisi penanganan dan pencegahan secara serius.
"Salah satunya Lamtim mencanangkan sebagai kabupaten ramah anak, faktanya Lamtim itu tertinggi kekerasan anak, ini adalah kegagalan," tegas Sumaindra.
Masih kata Sumaindra, fenomena ini terus berulang lantaran ada dua masalah yang tak diperhatikan yakni terkai pergerakan dan juga keseriusan pemerintah memenuhi hak anak.
"Ini menjadi perhatian dan samakan persepsi ini kita lihat dari kajian ada relasi anak sebagai objek sehingga dalam prosesnya anak dipengaruhi kemudian dilakukan tindak kekerasan ini harus jadi perhatian bersama," sebutnya.
Berbeda dengan Meda yang melihat pelaku kekerasan seksual terhadap anak merupakan orang terdekat karena anak percaya terhadap orang terdekat.
"Mestinya dari dalam keluarga sendiri dengan memberi edukasi kekerasan seperti apa dan aman untuk anak seprti apa," ucap Meda.
Terkait kasus Lampung Timur sendiri, Meda mengatakan berdasarkan hasil investigasi DA (pelaku pencabulan terhadap NF) bukan seorang pendamping melainkan memiliki tupoksi dalam bidang hukum.
"Karena tidak ada kejelasan sistem kerja dan tidak adanya SOP DA ini bisa berangkat kemana saja, dan dari SK dia bukan pendamping," sebutnya.
Sementara itu, Sumaindra mengatakan saat ini di tempat kejadian Lampung Timur tengah dilakukan olah TKP.