Penertiban Lahan Pemprov Lampung

Curhat Warga Sabah Balau Lampung Selatan Kala Rumahnya Dibongkar Aparat, Ingin Bertemu Prabowo 

Sejumlah warga menolak penertiban karena sudah puluhan tahun tinggal di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang.

Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus
DIGUSUR: Penertiban aset Pemerintah Provinsi Lampung di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan diwarnai kericuhan, Rabu (12/2/2025). 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Sejumlah warga menolak penertiban karena sudah puluhan tahun tinggal di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang

Kepada awak media, mereka curhat ingin bisa bertemu Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menyampaikan keluhannya.

"Kami serahkan semuanya ke provinsi. Kami hanya minta ketemu sama Pak Prabowo dan Gibran. Itulah yang bisa mengadili kita," ujar seorang warga yang enggan menyebutkan namanya, Rabu (12/2/2025).

Walau kecewa, ia mengaku tidak berniat untuk melawan. 

"Kami tidak menyerang, nggak apa. Pokoknya ya udah kalau mau digusur nggak papa," kata dia lagi.

Ia mengaku sudah 25 tahun tinggal di Desa Sabah Balau. Ia mengeklaim membeli tanah yang ditempatinya sekarang dari lurah.

"Awalnya beli sama Pak Lurah. Dulu kami beli cuma Rp 3,5 juta. Penderitaan kami dari buka hutan, sekarang harus digusur," sambungnya.

Hal sama disampaikan Agustami. Warga yang sudah tinggal di Desa Sabah Balau sejak 2017 lalu itu meminta Presiden dan DPRD dapat membantu warga.

Agustami mengaku tidak menerima uang kompensasi. 

"Kami sudah melakukan beberapa dialog menyampaikan aspirasi dari masyarakat di posko terpadu. Namun, dari pihak pemprov tidak ada penggantian bangunan," ujarnya.

Warga lain bernama Nurawi mengaku kecewa dengan keputusan Pemprov Lampung menggusur rumah warga. Setelah rumahnya digusur, ia bingung mau tinggal di mana.

"Kalau saya masih baru. Tapi ada yang udah sampai 35 tahun tinggal di sini. Awal-awalnya saya nggak tahu kalau tanahnya bermasalah seperti ini," ujar Nurawi.

Ia mengaku memiliki surat-surat pembelian tanah. "Karena awalnya kita beli di sini suratnya ada. Kita bangun rumah di sini pake duit, bukannya gratis," kata dia.

"Mereka nggak bisa ngerasain perasaan orang yang di bawah itu gimana," sambungnya.

Nurawi mengaku mendapatkan uang kompensasi. Namun, jumlahnya tidak sebanding dengan kerugian yang dialami.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved