Penertiban Lahan Pemprov Lampung

Ternyata Ada Jual Beli di Lahan yang Ditertibkan Pemprov Lampung di Sabah Balau Lamsel

Adanya jual beli tersebut diakui sejumlah warga yang rumahnya digusur gegara dinilai berdiri di lahan milik Pemprov Lampung. 

Dokumentasi Tribunlampung.co.id
TERTIBKAN ASET LAHAN: Penampakan escavator saat melakukan penertiban rumah warga yang menempati aset lahan milik Pemprov Lampung di Desa Sabah Balau, Lampung Selatan. Rabu (12/2/2025). Sejumlah warga yang rumahnya digusur mengaku bermukim di lokasi tersebut karena tanahnya beli. 

Perlu Pertimbangkan Aspek Kemanusiaan

Pemprov Lampung perlu mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penertiban aset lahan yang ada di Desa Sabah Balau, Lampung Selatan.

Penilaian tersebut disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Sigit Krisbintoro.

Diketahui, puluhan rumah warga di Desa Sabah Balau, Lampung Selatan ditertibkan lantaran diklaim menempati aset lahan milik Pemprov Lampung, Rabu (12/2/2025).

Penertiban ini melibatkan ratusan personel kepolisian maupun Satpol PP berseragam lengkap dengan tameng anti huru-hara untuk melakukan pengamanan.

Sedikitnya, terdapat 46 rumah yang menempati lahan milik aset Pemerintah Provinsi Lampung yang ditertibkan.

Penertiban sendiri sempat diwarnai kericuhan, di mana terjadi aksi saling dorong antara warga yang tak terima rumahnya dirobohkan 

Sigit Krisbintoro pun menyoroti beberapa hal terkait langkah Pemprov Lampung melakukan penertiban ini. 

"Hal ini bisa dikaji dari berbagai aspek. Pertama, apakah pemprov punya legal standing, artinya apakah aset itu sudah terdaftar sebagai aset Pemprov dan bersertifikat," ujar Sigit saat dikonfirmasi, Rabu (12/2/2025).

"Kedua, berapa lama masyarakat  menempati aset tersebut, apakah mereka membayar pajak," kata dia.

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unila ini pun menyoroti penggunaan dan pemanfaatan tanah aset tersebut oleh masyarakat selama ini.

"Selama ini apa ada pengawasan dari pemprov, mengapa ada pembiaran aset pemprov digunakan dan dimanfaatkan masyarakat," kata dia.

Di samping itu, Sigit menilai  penyelenggaran pemerintahan perlu dipertimbangkan yaitu aspek kemanusiaan, dan kondisi riil masyarakat pengguna dan pemanfaatan aset  tersebut. 

"Jalan keluar terbaik masalah ini adalah diperlukan  musyawarah, kedua belah pihak dipertemukan kembali dan ada mediasi yang melibatkan kepala desa, tokoh masyarakat dan agama agar tercipta win win solution, bagaimana penggunaan dan pemanfaatan tanah bisa menguntungkan kedua belah pihak," ujarnya.

"Solusi terbaik yang lain adalah, jika terjadi  kesepakatan bersama, maka perlu adanya redistribusi tanah aset tersebut atau ada konsolidasi aset tanah tersebut," imbuhnya.

Sigit menjelaskan, Konsolidasi tanah yag dimaksud adalah kebijakan pertanahan yang mengatur ulang penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah dan pemilikan tanah

"Tujuannya untuk melestarikan lingkungan dan menjaga sumber daya alam sekitar dalam rangka mendukung pembangunan di Provinsi Lampung," pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved